Jember (ANTARA News) - Menteri Pertanian (Mentan) Anton Apriyantono meminta masyarakat petani menggunakan pupuk secara tepat guna dan berimbang, tidak berlebihan sehingga pupuk yang ada mampu mencukupi kebutuhan. Hal tersebut ditegaskan Mentan saat berdialog dengan kalangan petani, pelaku usaha dan akademisi disela peresmian Laboratorium Somatic Embryogenesis Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di Jember, Sabtu. Para peserta dialog dalam kesempatan itu menyampaikan keluhannya terkait dengan sering menghilang pupuk saat musim tanam, beredarnya bibit bersertifikasi yang diduga palsu, terjadinya degradasi lahan serta konsistensi pemerintah terhadap penanganan dunia pertanian yang masih perlu ditingkatkan. Menjawab keluhan-keluhan itu Mentan mengemukakan bahwa pasokan untuk pupuk urea cukup, namun untuk SP36 dan NPK diakui cukup terbatas karena bahan bakunya masih impor. Karena itu, ia meminta agar petani dalam penggunaan pupuk secara tepat guna, tidak berlebihan, serta mempertimbangkan penggunaan pupuk secara berimbang. Kendati begitu, ia tidak menampik jika selama ini di masyarakat terkadang masih terjadi kelangkaan pupuk, karena menjelang musim tanam biasanya bermunculan kios-kios tidak resmi yang menjual dan bahkan tidak menutup kemungkinan menumpuk pupuk. Selain itu, karena pupuk itu diproduksi diluar daerah (Palembang dan Kaltim) sehingga pendistribusiannya belakngan juga mengalami hambatan transportasi karena cuaca kurang kondusif. Kondisi itu, kadang juga diperparah dengan berbarengannya musim tanam padi, jagung kedelai, tebu oleh masyarakat sehingga permintaan pupuk juga meningkat tajam. Namun demikian, pemerintah akan terus berusaha memperbaiki perencanaan-perencanaan dalam produksi dan distribusi agar nantinya masyarakat dapat memeperoleh pupuk dengan mudah dan terjangkau. Bahkan, kata Mentan, tidak menutup kemungkinan akan melarang ekspor pupuk, khususnya pupuk urea, menyusul keluhan kelangkaan pupuk yang dirasakan petani itu. Menurut dia, produksi pupuk urea di Indonesia sebenarnya berlebih. Bahkan, sebagian kelebihan itu dilempar ke negara lain. "Kepincangan" Komunikasi Munculnya banyak keluhan dari peserta dalam dialog itu, Mentan menduga terjadi karena kepincangan komunikasi. Informasi pemerintah mengenai pertanian khususnya pupuk sering tidak sampai kepada petani secara efektif. Sejak era reformasi, terkadang suara-suara pemerintah dianggap salah, dan suara pengamatlah yang dianggap benar. "Perguruan-perguruan tinggi mestinya menjadikan hal-hal yang disampaikan petani itu sebagai bahan kajian. Masa` untuk menjelaskan hal seperti itu harus seorang menteri," katanya. Pemerintah selama ini telah berupaya melakukan revitalisasi di sektor pertanian, tujuannya agar sektor tersebut lebih baik. Memang, kata Anton Apriyantono, anggaran yang dikucurkan pemerintah terkadang tidak secara langsung diterima petani. Contohnya, anggaran pemerintah disalurkan untuk merehabilitasi laboratorium Puslit Kopi dan Kakao dengan harapan petani nantinya akan memperoleh bibit yang berkualitas dengan harga terjangkau atau bahkan sebagian diantaranya gratis. Pemerintah juga telah mengucurkan anggaran untuk subsidi pupuk yang nilainya cukup besar. Subsidi pupuk urea misalnya, harga yang mestinya Rp3.000 per kilogram, namun dengan subsidi harga eceran tertingginya hanya Rp1.200 per kilogram. Sementara itu, Direktur Puslit Kopi dan Kakao Jember, Dr Wahyudi, mengemukakan, dengan telah direnovasinya laboratorium yang dikerjasamakan dengan Nestle Research and Development Centre Tours, Perancis itu akan mampu menghasilkan benih-benih tanaman pertanian, utamanya kopi dan kakao, yang unggul. Dengan demikian, pasokan bibit dan benih ke masyarakat tercukupi, produktivitas tanaman meningkat dan daya saing komoditi Indonesia di pasar global juga semakin menguat. Laboratorium Embryogenesis Puslit Kopi dan Kakao tersebut diharapkan kedepan akan mampu memproduksi dua juta bibit tanaman kopi dan empat juga bibit tanaman kakao.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008