Kairo, Mesir (ANTARA) - Hari-hari Stuart Baxter sebagai pelatih Afrika Selatan (Afsel) sempat tinggal menunggu hitungan jari gara-gara penampilan tak meyakinkan selama fase grup Piala Afrika 2019, tetapi kemenangan Bafana Bafana atas tuan rumah Mesir yang menjadi favorit juara Afrika seketika mengalihkan keraguan.

Meskipun lolos ke 16 besar berkat tandukan Bongani Zungu yang membawa mereka menang 1-0 atas Namibia, yang jadi pembicaraan utama di dalam negeri Afrika Selatan adalah siapa pengganti pelatih berusia 65 tahun itu karena mereka sudah yakin Afrika Selatan akan dimangsa Mesir pada 16 besar.

Mantan striker Benni McCarthy bahkan sempat disebut-sebut pengganti terkuat Baxter setelah Afrika Selatan dipecundangi 0-1 oleh Pantai Gading dan Maroko. Publik mengecam pendekatan permainan ultra konservatif dari Baxter.

Sebelum turnamen mulai, penyerang Lebo Mothiba menyamakan sesi latihan timnya dengan latihan Barcelona, tetapi klaim ini omong kosong belaka karena kemudian Afrika Selatan tidak bisa menciptakan gol pada dua dari tiga pertandingan fase grupnya.

Tidak memainkan Thembinkosi Lorch, pemain terbaik Afrika Selatan pada musim 2018-2019, tak membuahkan hasil, namun Baxter bertahan pada instingnya. Dia baru memasukkan Lorch untuk menggantikan Themba Zwane yang terkena larangan, saat melawan Mesir. Pilihannya tepat karena pemain itu menjadi pembawa bencana nasional untuk tim tuan rumah.

"Yang paling penting adalah mengendalikan permainan, saya menganggap Mesir tak mengira kami mengendalikan permainan," kata Baxter yang kelahiran Inggris dan melanglang buana ke Swedia, Jepang dan Finlandia tersebut.

Ekstasi dari kemenangan atas Mesir itu jauh lebih tinggi ketimbang lima hari sebelumnya ketika Mbark Boussoufa meloloskan Afrika Selatan ke 16 besar berkat golnya pada menit ke-90.

Baca juga: Ighalo bisa hentikan langkah Afrika Selatan

Periode kedua

Bafana Bafana, yang absen pada edisi 2017 dan diuntungkan oleh format baru Piala Afrika yang kini diperluas menjadi 24 tim, mendapatkan kesempatan untuk membungkam 75.000 penonton tuan rumah Mesir yang dinilai Baxter jauh lebih siap dibandingkan dengan timnya.

Dia pertama kali menyeruak dalam sepak bola Afrika Selatan ketika menangani tim nasional pada 2004, mundur setahun kemudian karena gagal masuk kualifikasi Piala Dunia berikutnya dan kembali ke Vissel Kobe di Jepang untuk membawa klub ini promosi ke liga utama. Dia kemudian menangani AIK untuk menjadi juara liga Swedia dan lolos ke fase grup Liga Champions.

Ketika Afrika Selatan memanggilnya kembali pada 2017 setelah negeri ini memecat Ephraim 'Shakes' Mashaba gara-gara kritiknya kepada presiden asosiasi sepak bola Afsel Danny Jordaan, Baxter sudah mempersembahkan sepasang gelar juara liga kepada Kaizer Chiefs di Finlandia.

Afrika Selatan tadinya ingin mendatangkan nama-nama besar seperti Herve Renard dan Hugo Broos yang melatih Kamerun untuk menjadi juara Afrika 2017, tetapi karena terlalu mahal, maka Baxter akhirnya dipilih kembali melatih Bafana Bafana.

Tak lolos putaran final Piala Dunia 2018, Bafana Bafana mengawali kampanye Piala Afrika dengan lebih baik, tetapi setelah pada puncaknya memang 2-0 atas Nigeria, mereka tampil buruk sampai ditahan seri 0-0 oleh tim lemah Seychelles.

Hanya perlu seri melawan Libya agar lolos ke Mesir, Percy Tau menciptakan dua gol untuk membawa Afrika Selatan menang 2-1, dan Baxter pun selamat. Baxter kini telah berbuat lebih bagus lalu dengan menyingkirkan Mesir yang dijagokan kebanyakan orang.

"Saya kira kami sudah membuktikan bahwa kami layak ada di turnamen ini, kami telah membuktikan bahwa kami bisa menjadi lawan tangguh untuk siapa pun," kata Baxter setelah pertandingan pembuka Afrika Selatan.

Baxter berharap kalimatnya ini kencang menggema kembali saat melawan Nigeria dalam pertandingan perempat final esok Rabu (10/7).

Baca juga: Melawan Benin, Sadio Mane hindari tendangan penalti

Pewarta: Jafar M Sidik
Editor: Bayu Kuncahyo
Copyright © ANTARA 2019