Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia berkoordinasi dengan Badan Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) mendorong ratusan pengungsi yang berunjuk rasa di depan kantor UNHCR di Jakarta untuk kembali ke community house atau penampungan yang memang sudah disediakan bagi pengungsi di Indonesia.

"Dari sisi pemerintah, kami, Kemenkopolhukam dan Pemprov DKI bekerja sama dengan UNHCR, melihat cara paling baik untuk menangani masalah ini. Kami ingin mengembalikan mereka ke tempat penampungan. Mereka selama ini ada di community house, yakni rumah-rumah yang disewa sementara untuk tempat tinggal mereka," kata Direktur HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri RI Achsanul Habib dalam konferensi pers bersama perwakilan UNHCR di Jakarta, Selasa.

Pernyataan tersebut disampaikan Achsanul terkait keberadaan ratusan pengungsi yang terlantar dan mendirikan tenda di sepanjang trotoar Kebon Sirih, Jakarta Pusat, setelah pada Rabu (3/7), mereka berunjuk rasa di depan kantor perwakilan UNHCR di Jakarta. Mayoritas pengungsi yang berasal dari Afghanistan itu menuntut agar segera ditempatkan ke negara lain.

Achsanul menyebutkan  hingga akhir Mei 2019, Indonesia telah menjadi negara transit bagi sekitar 14.000 orang pengungsi yang berasal dari 43 negara.

Baca juga: Pengungsi unjuk rasa tuntut bantuan UNHCR

Para pengungsi tersebut menjadi "tersangkut" lama di Indonesia karena setiap tahun terjadi penurunan angka pemukiman kembali (resettlement) ke negara-negara ketiga akibat kebijakan sejumlah negara yang menurunkan kuota penerimaan pengungsi. Padahal, negara-negara ketiga atau negara tujuan pengungsi tersebut merupakan negara pihak atau penandatangan Konvensi Pengungsi 1951.

Sementara itu, Indonesia bukanlah negara pihak Konvensi Terkait Status Pengungsi, yang juga dikenal sebagai Konvensi Pengungsi 1951.

Konvensi tersebut merupakan perjanjian multilateral yang mendefinisikan status pengungsi, dan menetapkan hak-hak individual untuk memperoleh suaka dan tanggung jawab negara yang memberikan suaka.

Selain itu, menurut Perwakilan UNHCR Indonesia Thomas Vargas, terdapat tren menurunnya komitmen pendanaan dari sebagian besar negara-negara donor terhadap penanganan pengungsi, terutama melalui jalur organisasi internasional.

Tren itu, kata Thomas, berdampak pada menurunnya kemampuan organisasi internasional, seperti UNHCR, untuk menangani pengungsi di negara-negara yang seharusnya dibantu, termasuk Indonesia.

Baca juga: Warga keluhkan pencari suaka bikin lingkungan Kebon Sirih kumuh

Di Indonesia, UNHCR dan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) juga mengalami kendala yang sama terkait menurunnya komitmen pendanaan dari negara-negara donor.

Salah satu negara yang mengurangi komitmen mereka untuk menerima penempatan kembali pengungsi adalah Australia yang menghentikan dukungan pendanaan bagi pengungsi maupun pencari suaka yang mendaftarkan diri setelah 15 Maret 2018.

Secara global, tahun lalu UNHCR mencatat kekurangan pendanaan yang mencapai sekitar 3,5 juta dolar AS (sekitar Rp49 miliar) dari total kebutuhan pendanaan sebesar 8,2 juta dolar AS (Rp116 miliar).

Baca juga: UNHCR: Australia "tutup pintu" bagi pengungsi

Baca juga: Indonesia beri bantuan kemanusiaan 1 juta dolar AS untuk pengungsi Palestina



 

Pewarta: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Azizah Fitriyanti
Copyright © ANTARA 2019