Bangkok (ANTARA News) - Perdana Menteri terguling Thailand Thaksin Shinawatra yang diperkirakan pulang pada Kamis dari tempat pengasingannya bakal menghadapi tantangan-tantangan hukum yang dilancarkan para jenderal yang menggulingkannya 17 bulan lalu. Keberadaan teman-teman Thaksin yang saat ini berkuasa di negara itu juga tidak menjamin mantan perdana menteri itu bebas dari hukuman. Setelah tiba dari pengasingan, Thaksin akan melakukan persinggahan pertamanya di gedung Mahkamah Agung untuk mendengarkan tuduhan-tuduhan korupsi yang didakwakan kepadanya. Thaksin akan dikenai beberapa tuduhan, yang terpenting antara lain dia dituduh menggunakan kewenangan politiknya untuk menguntungkan isterinya dalam pembelian real estate terkenal di Bangkok pada 2003. Departemen Penyelidikan Khusus, atau FBI-nya Thailand, juga menyampaikan tuduhan-tuduhan terpisah bahwa dia melakukan kecurangan terhadap Komisi Sekuritas dan Nilai Tukar pada saat dia melakukan listing perusahaan propertinya pada 2003. Para penyelidik yang didukung militer juga masih memeriksa dakwaan-dakwaan berkaitan dengan kecurangan keluarganya ketika menjual perusahaan telkom Shin Corp kepada perusahaan Singapura Temasek Holdings. Dalam kasus itu, keluarganya meraih keuntungan lebih dari dua miliar dolar bebas pajak penjualan pada Januari 2006, yang kemudian memicu aksi-aksi protes jalanan yang akhirnya melahirkan terjadinya kudeta. Hampir selusin kasus korupsi lain juga masih diperiksa oleh para penyelidik yang dilantik militer, yang akan mendaftarkan tuduhan-tuduhan tambahan terhadap Thaksin, keluarganya, dan rekan-rekan politiknya. Aset-asetnya sebanyak dua miliar dolar juga dibekukan berkaitan dengan pemeriksaan kasus-kasus korupsi itu. Pengadilan yang dibentuk pemerintah militer juga melarang Thaksin dan 110 rekannya untuk bergerak di bidang politik selama lima tahun. Namun demikian, pemerintah baru mengatakan bahwa pihaknya akan mempertimbangkan memberikan amnesti kepada mereka dalam dua tahun, meskipun hal itu mungkin tidak cukup untuk memenuhi keinginan Thaksin. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008