Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Aulia Rachman, di Jakarta, Senin, kembali menegaskan sikapnya yang mendesak Jaksa Agung Hendarman Supanji segera melepaskan jabatannya terkait merebaknya isu suap di lingkup Kejaksaan Agung, apalagi terkait kasus BLBI. "Ini sudah menyangkut etika dan moral kita sebagai orang timur yang selalu diagung-agungkan paling tinggi di dunia. Ini juga menyangkut kepercayaan rakyat dan negara yang telah tak mampu dipertanggungjawabkan," katanya kepada ANTARA News. Sebagai bawahan Presiden RI, menurut salah satu fungsionaris DPP Partai Golkar ini, Jaksa Agung mestinya langsung punya rasa bersalah, tidak cuma kecewa dan sedih. "Kalau cuma kecewa dan sedih, tak ada pertanggungjawabannya. Jantan saja, mundur, karena sebagai bawahan Presiden RI, telah mencoreng tanggung jawab yang diembannya," tambahnya lagi. Kekesalan Aulia Rachman terutama muncul setelah ada pernyataan yang agak mirip antara Jaksa Agung, Jaksa UTG (Ketua Tim Jaksa 35 Pemburu Obligor BLBI) dan Jampidsus Yahya Kemas. "Mereka sepertinya sudah ada dalam satu skenario sehingga apa yang dikatakan Jaksa UTG beberapa saat setelah tertangkap tangan memegang uang 660 ribu dolar AS, dengan mengatakan uang itu hasil bisnis permata atau berliannya, ternyata pernyataan itu juga sepertinya diulang-ulang dalam forum berbeda," katanya. Aulia Rachman lalu menyitir beberapa pernyataan Jaksa Agung saat forum Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI, pekan lalu, yang nadanya terkesan membela UTG. "Anda sendiri mengikuti forum itu kan. Apa yang bisa dikatakan Jaksa Agung tentang anak buahnya yang ditugasi sebagai koordinator tim 35 jaksa pemburu obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), kan mengecewakan publik. Hanya ada upaya mengekspresikan kecewa dan sedih, tetapi tak jelas apa tindakan tegas yang harus diambil," katanya. Bagi Aulia Rachman, dengan terungkapnya isu suap bernilai lebih enam miliar rupiah itu, yang melibatkan Arthalita Suryani (seorang eksekutif pada perusahaan obligor BLBI, Syamsul Nursalim), mengindikasikan adanya masalah dalam proses penyelidikan kasus BLBI di lingkup Kejaksaan Agung (Kejakgung). "Penghentian penyelidikan kasus BLBI oleh Kejakgung seperti diumumkan Jampidsus dua hari sebelum Jaksa UTG tertangkap tangan menerima uang ribuan dolar di lokasi rumah yang diduga milik Syamsul Nursalim, kini amat bisa dipersoalkan publik. Kenapa harus dihentikan, sementara bukti dari banyak pihak tentang ihwal melanggar hukum oleh para obligor BLBI cukup banyak berada di tangan Kejakgung," katanya. Penghentian penyelidikan kasus BLBI yang merugikan keuangan negara ratusan triliun rupiah itu, menurut dia, sangat tidak adil dan benar-benar menyakitkan hati rakyat banyak. "Apalagi penghentian baru dua hari, terungkap lah isu suap yang melibatkan jaksa pemimpin pemburu obligor BLBI," katanya. Aulia Rachman juga mendesak para penegak hukum di Indonesia, agar segera menuntaskan kasus BLBI ini. "Jangan lagi kasus ini dijadikan alat untuk memeras banyak pihak. Para obligor itu cuma jadi `sapi perahan` terus-menerus. Mereka tentu perlu kepastian, rakyat juga," katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008