Jakarta (ANTARA News) - Mekanisme penyaluran subsidi kedelai yang dijadwalkan akan dimulai pada April sudah mendekati final dan tinggal menunggu data yang lebih akurat mengenai berapa banyak perajin tahu tempe yang akan memperoleh subsidi tersebut. Ketua Forum Primer Koperasi Tahu Tempe Jakarta, Sutaryo ketika dihubungi di Jakarta, Minggu, mengatakan, masalah data perajin tahu tempe yang berhak memperoleh subsidi masih belum terselesaikan. "Pada kesempatan rapat terakhir memang ada data dari BPS, namun kita kurang setuju dengan data yang disampaikan. Karena kita juga punya data sendiri," katanya. Oleh karena itu, lanjutnya, masalah ini masih akan dijadikan agenda pembahasan dalam pertemuan selanjutnya yang akan diadakan pada Selasa (25/3) di Departemen Perdagangan. Masalah data ini menjadi hal penting karena menyangkut besaran subsidi yang akan diberikan pemerintah. Dalam mekanisme yang sudah disepakati bersama, katanya, nantinya para perajin yang sudah terdata akan memperoleh semacam kartu belanja (voucher) yang berisi kuota kedelai yang bisa dibeli. Penentuan kuota tersebut berdasarkan data kemampuan membeli dari para perajin selama ini, dengan syarat subsidi hanya diberikan kepada perajin yang maksimal kebutuhan kedelainya sebesar 100 kg per hari. Sementara mengenai pencairan subsidi itu sendiri, Sutaryo mengatakan, akan dikordinir oleh toko atau agen dan Kopti yang ditunjuk, tergantung dari mana perajin membeli kedelai. Ia mengakui dalam mekanisme ini, perajin harus menalangi dulu kedelai yang dibeli. Dengan kata lain, perajin membeli kedelai dengan harga pasar dari agen atau Kopti, dan baru kemudian Kopti atau agen yang akan mencairkan subsidi tersebut ke pemerintah untuk selanjutnya dikembalikan kembali ke perajin. Pola ini akhirnya yang dipilih karena skenario sebelumnya yang ditawarkan yaitu perajin sudah memperoleh atau membeli kedelai dengan harga subsidi sulit untuk dilakukan. "Kita menginginkan seperti itu tapi ternyata ini sulit dilakukan karena importir atau distributor tidak bersedia menalangi dana subsidi," katanya. Alasan para importir atau pun distributor juga masuk akal karena pencairan dana subsidi tersebut membutuhkan waktu dan bisa mencapai satu bulan. "Buat mereka kalau harus menalangi subsidi, dananya sangat besar. Padahal mereka membutuhkan dana tersebut untuk diputar lagi," katanya. Kebutuhan kedelai dalam negeri mencapai sekitar 1,7 juta ton per tahun, sedangkan produksi nasional hanya sekitar 600-700 ribu ton. Harga kedelai terus merangkak naik sejak akhir tahun lalu dan mencapai puncaknya pada awal tahun ini yang mencapai sekitar Rp7.500/kg. Kenaikan harga tersebut dipicu dengan naiknya harga kedelai di AS. Harga kedelai saat ini sudah berangsur turun dan mencapai Rp7.100 di tingkat perajin. Pemerintah memutuskan untuk memberikan subsidi sebesar Rp1.000/kg guna menstabilkan harga kedelai dengan mengalokasikan dana sebesar Rp500 miliar. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008