Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPR Agung Laksono mendukung pengusutan dugaan kasus aliran dana Bank Indonesia ke DPR tahun 2006-2007 yang telah dilaporkan sejumlah LSM kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun Agung ketika dikonfirmasi pers di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Kamis, mengungkapkan belum menerima laporan mengenai adanya kasus tersebut. Jika ada bukti kucuran dana ke DPR, pihaknya meminta KPK melakukan pengusutan. Dia mengingatkan bahwa laporan dugaan korupsi harus disertai bukti-bukti pihak yang memberi dan pihak yang menerima agar tidak menimbulkan kesimpang-siuran. Agung menyatakan, pihaknya telah mengedarkan surat ke seluruh departemen dan intansi pemerintah agar tidak memberi dana untuk kegiatan anggota DPR. Surat itu diedarkan tahun lalu. KPK pada Rabu (26/3), menerima laporan aliran dana dari BI ke sejumlah anggora DPR pada tahun anggaran 2006/2007. Laporan itu disampaikan oleh sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yaitu Brigade Pemburu Koruptor (BPK), Koalisi Anti Utang (KAU), dan Center For Local Government Reform (Celgor). Ketua Brigade Pemburu Koruptor (BPK) Munarman mengatakan, ada indikasi suap dalam aliran dana tersebut. Aliran dana yang mencapai Rp2,6 miliar dan 145.895 dolar AS itu dilakukan dalam sembilan bentuk, yaitu bantuan partisipasi, bantuan perjalanan, bantuan hubungan baik, bantuan pengobatan kesehatan, bantuan kegiatan, bantuan apresiasi dan representasi, bantuan terkait pembahasan RUU, bantuan untuk Badan Kelengkapan dan Komisi XI DPR, dan bantuan "stakeholder" eksternal. Menurut Munarman, laporan itu berbeda dengan kasus aliran dana BI yang saat ini sedang ditangani KPK. "Ini adalah aliran pada tahun anggaran 2006/2007," kata pria yang pernah aktif di LBH Jakarta itu. Koordinator Nasional Koalisi Anti Utang, Kusfiardi, mengatakan pemberian uang dilakukan dengan berbagai cara, antara lain diberikan langsung atau melalui perantara. Dia menyatakan, uang itu sebagian besar diterima oleh anggota Komisi XI DPR dari berbagai fraksi. Kusfiardi dan Munarman enggan membeberkan nama-nama anggota DPR yang menerima dana itu. Mereka hanya menyatakan sedikitnya ada 52 anggota DPR yang menerima. "Dari yang tidak tampil, sampai yang sering tampil di publik," kata Munarman mengenai ciri-ciri anggota DPR penerima aliran dana. Selain melaporkan aliran dana ke DPR, mereka juga melaporkan inefisiensi pengelolaan keuangan BI tahun anggaran 2006/2007. Inefisiensi itu terjadi di pos perjalanan dinas sejumlah pejabat dan keluarga pejabat BI pada tingkatan direktur ke atas. Menurut Munarman, total inefisiensi itu mencapai Rp13,3 miliar dan 3,3 juta dolar AS. "Kami minta ke KPK untuk segera dilakukan penyelidikan," kata Munarman. Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) juga melaporkan kepada KPK tentang aliran dana BI ke DPR pada 2003. KPK menindaklanjuti laporan ICW dan telah menetapkan tiga tersangka dari kalangan BI. Mereka adalah Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, Direktur Hukum BI Oey Heoy Tiong, dan mantan Kepala Biro Gubernur BI, Rusli Simandjuntak, yang kini menjabat Kepala Perwakilan BI di Surabaya. (*)

Copyright © ANTARA 2008