Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pertanian menginginkan berbagai pihak terkait dapat membenahi sistem pengelolaan tata air sebagai solusi untuk benar-benar dapat memberdayakan pengelolaan lahan rawa untuk budi daya pertanian di Tanah Air.

Staf Ahli Infrastruktur Pertanian Dedi Nursyamsi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis, menyampaikan ada tiga kunci dalam keberhasilan pengelolaan rawa, di mana yang pertama adalah membenahi tata airnya yang mencakup pembenahan infrastruktur makro dan mikro.

"Penataan saluran air primer, sekunder, tersier, saluran cacing, gorong-gorong, tanggul dan pintu air adalah hal yang sangat penting," ujar Dedi.

Sedangkan kunci berikutnya, ujar dia, adalah adanya teknologi pertanian khusus lahan rawa seperti varietas adaptif, pupuk organik dan hayati, pengendalian OPT, teknologi amelioasi dan mekanisasi.

Sementara itu, ujar dia, kunci terakhir adalah eksekutor atau petani rawa itu sendiri.

Sebagaimana diwartakan, Kementerian Pertanian ingin memberdayakan lahan rawa yang dinilai merupakan lahan marjinal yang memiliki potensi sangat besar untuk dikelola menjadi areal pertanian termasuk untuk tanaman pangan di berbagai daerah.

"Strategi yang penting di lahan rawa ialah memberi bahan organik sebagai pembenah tanah. Bahan organik menjadi penyangga biologi yang berperan memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah sehingga tanah dapat menyediakan hara dalam jumlah berimbang," kata Peneliti Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Kementan, Mukhlis.

Menurut Mukhlis, agar tujuan itu tercapai bahan organik yang diberikan harus sudah terdekomposisi karena bahan organik segar yang langsung diberikan ke dalam tanah dapat merugikan pertumbuhan tanaman karena terjadi proses immobilisasi nitrogen dan terlepasnya senyawa beracun yang mengganggu tanaman.

Ia mengemukakan bahwa potensi lahan rawa memang maha luas sekitar 34,12 juta hektare, tersebar di tiga pulau besar Kalimantan, Sumatera, dan Papua. Namun diantaranya baru sekitar 2,27 juta hektare yang dibuka pemerintah secara terintegrasi dengan program transmigrasi dan 3,00 juta hektare dibuka oleh masyarakat setempat secara swadaya.

Berdasarkan data Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian, luas lahan rawa yang potensial untuk tanaman pangan (padi sawah) mencapai 14,18 juta hektare.

Diperkirakan baru sekitar 6,0-6,5 juta hektare yang telah dimanfaatkan dan hanya sekitar 3,0-3,5 juta hektare yang menjadi sawah atau lahan untuk padi selebihnya masih berupa semak belukar, hutan sekunder atau rawa monoton yang selalu tergenang sepanjang tahun.

Selain itu, produktivitas lahan rawa sangat beragam dan sangat tergantung pada kondisi tanah, tata air dan penerapan teknologi terutama pengelolaan lahan dan varietas tanaman.

Apalagi produksi rata-rata padi di lahan rawa rendah, hanya 2-3 ton per ha, atau setengah atau kurang dari angka rata-rata hasil padi nasional 6 ton per ha.

Baca juga: Prof Dedi: Pengelolaan air kunci sukses pertanian lahan rawa
Baca juga: Balitbang: pengelolaan lahan rawa perlu sentuhan teknologi

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019