Denpasar (ANTARA News) - Setelah sempat mereda di beberapa desa Kabupaten Karangasem, Bali, kejadian luar biasa (KLB) diare kini malah meluas ke Desa Sibetan dan Duda Utara, Kecamatan Selat. Sedikitnya 35 penderita baru dari dua desa tersebut, datang berobat ke Puskesmas Selat, ungkap petugas pada Dinas Kesehatan Karangasem yang dihubungi ANTARA News dari Denpasar, Kamis. Sehubungan adanya tambahan pasien sebanyak itu, angka warga masyarakat di wilayah Bali bagian timur yang terserang diare telah mendekati 600 penderita. Kabag Humas Pemkab Karangasem Nyoman Agus Sukasena, membenarkan adanya pasien baru yang datang untuk perawatan di Puskesmas Selat. Akibatnya, Puskesmas yang jumlah ruang dan tempat tidurnya cukup terbatas, membuat sejumlah pasien harus dirujuk ke Puskesmas lain bahkan ke RSUD Karangasem. Terkait terus membanjirnya kehadiran pasien, Kepala Puskesmas Selat IG Gede Widia mengharapkan pihak Pemprop Bali dapat mencarikan jalan keluar pemecahannya. "Bisa saja dengan menambah jumlah tempat tidur dan saranan lain yang diperlukan di ruang perawatan yang ada di bagian kaki selatan Gunung Agung itu," katanya. Merebaknya kembali wabah diare itu sebelumnya sempat dikhawatirkan masyarakat setempat sehubungan kondisi yang ada di lapangan tidak banyak mengalami perubahan. "Kita sudah duga kalau penyakit menular itu akan merebak kembali setelah sempat mereda dalam beberapa hari. Masalahnya, kondisi sanitasi lingkungan terutama yang menyangkut sember air minum penduduk, masih yang itu-itu juga," kata Ir Nyoman Gede Sutapa, pemerhati lingkungan asal Karangasem. Dari hasil penelitian yang dilakukan pihak Dinas Kesehatan Propinsi Bali, terungkap bahwa merebaknya penyakit diare di sejumlah desa Kabupaten Karangasem sejak 20 Maret lalu, bersumber dari air minum penduduk yang tercemar bakteri e-colli. Sementara sumber air minum warga yang menjadi korban, sebagian besar berasal dari "cubang", yakni bak penampungan air hujan. Terkait itu, Sutapa sebelumnya sempat menyatakan kekhawatiran akan merebaknya kembali wabah diare sehubungan kondisi yang ada tidak banyak mengalami perubahan. "Warga masih memanfaatkan sumber air bersih dari cubang, sementara lingkungan di sekitarnya juga belum banyak dilakukan perbaikan sanitasi," katanya. Melihat itu, Sutapa mengharapkan pihak Pemkab Karangasem dan Pemprop Bali dapat melakukan upaya yang lebih banyak bagi pengadaan air minum penduduk, termasuk peningkatan kebersihan lingkungan yang di beberapa tempat terbukti sangat kumuh. Wabah diare yang merebak sejak 20 Maret lalu di sejumlah desa di wilayah Bali bagian timur, tercatat telah menyerang sekitar 600 warga. Dari korban sebanyak itu, empat meninggal dunia, yakni dua di antaranya menghembuskan nafas terakhirnya dalam perawatan di RSUD Karangasem.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008