Bandung (ANTARA News) - Sultan Hamengku Buwono X menyatakan Sumpah Palapa yang dilontarkan Gajah Mada sudah tidak berlaku lagi di masa sekarang karena sumpah tersebut bukan berlatar belakang kesatuan dan persatuan tetapi penaklukan wilayah. "Jika dilihat dari visi kita sekarang Sumpah Palapa tersebut bertolak belakang dengan aspirasi bangsa pluralistik, yang harus menjadi acuan kita hanyalah Sumpah Pemuda bukan Sumpah Palapa," katanya saat berorasi dalam "Perbincangan Kebudayaan bersama Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Ajip Rosidi" di Bandung, Jumat. Sultan menjelaskan apa yang dilakukan oleh Gajah Mada di masa itu tidak mencerminkan sikap pemersatu tetapi hanyalah keegoisan pribadi semata. "Biarkan saja Sumpah Palapa hidup pada masanya tetapi tidak untuk masa sekarang," ujarnya. Kalimat sakti yang tertuang dalam Kakawin Sutasoma yaitu Bhineka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrwa - biar pun kita berbeda-beda sesungguhnya kita itu satu, tiada kewajiban mendua. seharusnya menekankan pengakuan adanya pluralitas. "Yang harus dijadikan semangat bukanlah kemanunggalan (tunggal ika) tetapi kesediaan menghormati kemajemukan itu," ujarnya. Sultan yang hadir didampingi Kanjeng Hemas itu mengatakan mitos kesatuan juga seringkali dimanipulasi oleh penguasa sebagai jalan untuk melanggengkan kekuasaannya. "Dalam politik manifestasi Bhineka Tunggal Ika seringkali diabaikan karena seharusnya esensi yang sebenarnya adalah inklusif dan egalitarian," katanya. Karena itu, katanya, upaya yang dapat dilakukan untuk menjadikan Bhineka Tunggal Ika sebagai sebuah strategi integrasi dengan melakukan pendekatan geokultural. "Hal ini dimaksudkan agar setiap kelompok budaya harus saling mengenal dan menyapa untuk saling menerima dan memberi," katanya. Sultan menyatakan hendaknya Bhineka Tunggal Ika juga dilakukan melalui gerakan kebudayaan seperti halnya melalui Tri Daya Eka Karsa yaitu taraf kehidupan nabati, hewani dan insani. "Saya sangat mengharapkan dengan gerakan kebudayaan ini maka hati dan pikiran dapat membawa tindakan segenap anak bangsa untuk merajut persatuan dan kesatuan yang sejati," ujarnya. (*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008