Beijing (ANTARA News) - Cina meninggalkan rencana membuka kembali daerah rusuh Tibet untuk wisatawan pada 1 Mei, kata pejabat pariwisata di wilayah Himalaya itu pada Kamis, di tengah laporan tentang ketegangan membara di sana. Saat ditanya apakah pembukaan kembali untuk wisatawan asing dan dalam negeri diundur, kata pejabat Biro Pariwisata Tibet kepada kantor berita Prancis AFP lewat telepon, "Ya, karena keadaan siap untuk itu." Pejabat itu, yang menolak menyebut namanya, tapi mengatakan bahwa ia direktur biro di kantor utama Lhasa tersebut, menyatakan tanggal baru belum ditentukan. "Tidak. Belum ditentukan," katanya menolak merinci. Gerakan Asing untuk Tibet, yang berpusat di Amerika Serikat, pada pekan lalu menyatakan menerima "laporan tepercaya" bahwa rencana itu dibatalkan akibat keresahan berlanjut dan Tibet tak akan dibuka kembali sampai sesudah Olimpiade Beijing, 8-24 Agustus 2008. Terdapat laporan berkelanjutan tentang ketegangan di Tibet dan daerah berpenduduk warga Tibet terdekatnya sesudah kerusuhan luas terhadap penguasa Cina pada bulan lalu. Cina mengucilkan Tibet dari wisatawan asing sesudah kerusuhan itu meledak, tapi pada awal bulan ini kemudian menyatakan wilayah tersebut akan dibuka kembali pada 1 Mei, hari libur negara. Dalai Lama pada Minggu mengulangi ancaman meletakkan jabatan kalau kerusuhan di Tibet meluas hingga tak terkendali dan menolak pernyataan bahwa ia berusaha memisahkan wilayah Himalaya tersebut dari Cina. Pemimpin kerohanian Tibet di pengasingan itu berbicara kepada wartawan di sisi pertemuan lima hari mengenai rasa kasih, tempat ia melakukan perjalanan pertama ke luar negeri sejak penindakan Cina atas penentang di Tibet. "Seluruh dunia mengetahui Dalai Lama tidak sedang mengupayakan kemerdekaan atau pemisahan diri," kata Dalai Lama, "Jika kerusuhan jadi tak terkendali, satu-satunya pilihan saya ialah mundur. Saya ingin mengulangi itu." "Jika sebagian besar rakyat melakukan kekerasan, saya akan mundur," katanya. Dalai Lama, yang hidup di pengasingan di India utara sejak pemberontakan gagal menentang kekuasaan Cina pada 1959, berulangkali mengancam meletakkan jabatan kalau kerusuhan terus terjadi di Tibet setelah beberapa unjukrasa terbesar di wilayah tersebut meletus bulan lalu. Beijing menuduh peraih Nobel Perdamaian itu menyulut kerusuhan dan berusaha memisahkan wilayah dengan kebanyakan warganya penganut Budha tersebut dari Cina. Pada hari sebelumnya, Presiden Cina Hu Jintao membela penindakan di Tibet itu dan membantah gangguan tersebut berhubungan dengan masalah hak asasi manusia.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008