Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII), Teten Masduki meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera menentukan sikap terkait rekomendasi Tim Delapan dalam kasus yang menjerat dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Bibit Samad Rianto dan Chandra Marta Hamzah.

"Presiden harus segera turun tangan sehingga ada titik akhir dalam kasus ini," kata Teten ketika ditemui setelah peluncuran Indeks Persepsi Korupsi 2009 oleh Transparency International Indonesia di Jakarta, Selasa.

Menurut Teten, sikap presiden diharapkan menjadi terobosan yang bisa membuat polemik hukum yang melibatkan sejumlah institusi penegak hukum segera selesai.

Selain itu, tindakan presiden itu bisa membuat publik tenang, sehingga tidak terjadi gelombang protes yang lebih besar.

Ketika ditanya tindakan yang seharusnya dilakukan presiden, Teten menjelaskan, sebaiknya presiden mengikuti isi rekomendasi Tim Delapan.

Dalam rekomendasi, Tim Delapan meminta proses hukum terhadap Chandra dan Bibit sebaiknya dihentikan demi memenuhi rasa keadilan yang berkembang di masyarakat.

Apabila perkara tersebut masih di tangan kepolisian, Tim Delapan meminta agar kepolsian menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Apabila perkara tersebut sudah dilimpahkan ke Kejaksaan, maka Kejaksaan Agung diminta untuk menerbitkan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP).

Jika kejaksaan berpendapat bahwa demi kepentingan umum perkara tersebut perlu dihentikan maka berdasarkan azas oportunitas Jaksa Agung dapat mendeponir perkara itu.

Bibit dan Chandra terjerat kasus dugaan penyuapan dan penyalahgunaan wewenang. Mabes Polri telah menetapkan keduanya sebagai tersangka.

Teten meminta presiden tidak menggunakan mekanisme penghentian perkara yang tidak disebutkan dalam rekomendasi. Teten menegaskan, presiden tidak perlu menggunakan kewenangan untuk mengeluarkan abolisi.

Menurut Teten, abolisi bisa diartikan penghentian perkara secara utuh. Jika hal itu dilakukan, Teten khawatir sejumlah pihak yang diduga terlibat dalam upaya merekayasa kasus Bibit dan Chandra tidak bisa ditindak.

"Yang jelas harus ada hukuman bagi mereka yang diduga terlibat dalam rekayasa," kata Teten menambahkan.

Pernyataan Teten itu selaras dengan rekomendasi Tim Delapan yang meminta Presiden Yudhoyono untuk menjatuhkan sanksi kepada pejabat-pejabat yang bertanggung jawab dalam proses hukum terhadap Chandra dan Bibit yang dipaksakan itu, sekaligus melakukan reformasi institusional pada tubuh lembaga kepolisian dan kejaksaan.

Tim Delapan juga meminta agar reformasi institusional dan reposisi personel pada lembaga kepolisian, kejaksaan, KPK, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dilanjutkan dengan tetap menghormati indepedensi lembaga-lembaga tersebut.

Untuk mereformasi lembaga-lembaga penegak hukum tersebut, menurut Tim Delapan, Presiden dapat menginstruksikan dilakukannya audit pemerintahan oleh suatu lembaga independen yang bersifat diagnostik guna mengidentifikasi persoalan dan kelemahan mendasar di tubuh lembaga tersebut.

Tim Delapan juga merekomendasikan agar Presiden membentuk komisi negara yang akan membuat program menyeluruh dengan arah dan tahapan yang jelas untuk membenahi koordinasi lembaga hukum.

Presiden juga diminta oleh tim untuk memprioritaskan operasi pemberantasan makelar kasus di dalam semua lembaga penegak hukum termasuk di lembaga peradilan dan profesi advokat sebagai terapi kejut, dimulai dari pengusutan tuntas terhadap Anggodo Widjojo, Ary Muladi, serta oknum penegak hukum terkait.(*)

Pewarta: Ricka Oktaviandini
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009