Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR RI Nurhayati Ali Assegaf mengatakan bahwa Komisi I akan mendukung apa pun kajian pemerintah terkait dengan hibah atau bantuan pesawat F-16 dari Amerika Serikat.

"Komisi I akan dukung upaya pemerintah untuk melakukan kajian terkait hibah tersebut, apa pun keputusan pemerintah nantinya," kata Nurhayati di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, pemerintah tentu punya pertimbangan matang dalam persoalan tersebut.

"Kalau dari hasil kajian, pemerintah mengatakan bantuan itu tidak pantas diterima, kita (Komisi I) juga akan terima (sikap itu)," kata Nurhayati.

Nurhayati mengingatkan bahwa upaya mengkaji hibah F-16 itu jangan sampai membebani negara.

"Bantuan apa pun kalau tidak kita perlukan buat apa. Hibah atau bantuan, kalau memang kita butuhkan, kita akan terima dengan senang hati. Tapi kalau ada keinginan pemerintah untuk mengkaji, tak masalah. Jangan sampai bantuan akhirnya membebani kita. Kalau kita punya anggaran, ya kita beli baru saja," kata Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen DPR itu.

Memang diakui adanya pemikiran yang berkembang, apakah Indonesia membutuhkan pesawat tempur atau pesawat angkut untuk misi kemanusiaan, terutama ketika menghadapi bencana.

Masyarakat dunia sudah mengetahui bahwa Indonesia adalah garis terdepan dari perubahan iklim serta memiliki daerah yang luas sehingga dibutuhkan peralatan perang yang memadai.

"Memang ada pemikiran bahwa alat utama sistem persenjataan ini juga harus dipersiapkan untuk menjaga keamanan wilayah NKRI untuk melindungi rakyatnya. Tapi ketika bencana juga bisa difungsikan," kata Nurhayati.

Bantuan Mentawai

Sementara terkait tawaran dari negara lain seperti China untuk membantu korban bencana Mentawai, Nurhayati mengatakan, bantuan asing tersebut bisa diterima asalkan pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah Indonesia.

"Kalau asing cepat sekali untuk memberikan bantuan itu dan langsung datang. Tapi apakah kita siap? Lebih baik kita atasi sendiri, oleh pemerintah sendiri. Kalau untuk Mentawai tidak perlu dulu lah karena ini beda dengan Aceh," ujarnya.

(ANT-134/D011/S026

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010