Jakarta (ANTARA News) - Sekitar 30 orang mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan segudang amarah. Mereka menuntut uang mereka kembali, uang senilai triliunan rupiah yang raib akibat kisruh Bank Century.

Salah satu dari mereka adalah Esther Nuriadi. Wanita paruh baya itu menjadi nasabah Bank Century untuk produk tabungan. Pada Agustus 2008, Bank Century menawari produk deposito tanpa pajak dan dengan bunga yang relatif tinggi.

Kemudian, dana Esther dalam tabungan sebesar Rp700 juta dialihkan ke bentuk deposito. Namun, setelah tiga bulan, dana tersebut tidak bisa dicairkan.

"Kok tidak bisa dicairkan, katanya ini produk Century? Saya kan nasabah Century," kata Esther.

Kekesalan yang sama juga dirasakan Yanti. Nasabah dengan jumlah simpanan Rp100 juta itu tidak bisa mencairkan dana yang telah dialihkan oleh Bank Century dalam bentuk deposito.

Dia menjelaskan, pihak bank mengalihkan dana simpanannya dalam bentuk deposito pada Juli 2008. Sejak itu, dia tidak bisa mencairkan dana simpanannya itu.

"Sampai sekarang satu senpun belum saya terima," kata Yanti.

Ketika kedua wanita tersebut mengeluhkan uang mereka yang raib, salah seorang nasabah lain, Gunawan Setiadi, melihat permasalahan itu secara lebih luas.

Dia mengatakan, setidaknya ada dua kasus besar dalam Bank Century. Dua masalah itu adalah penggelapan dana nasabah oleh manajemen bank dan kasus pencairan dana talangan kepada Bank Century oleh pemerintah.

Setiadi mempertanyakan kejelasan aliran dana talangan pemerintah sebesar Rp6,7 triliun. Dia menegaskan, dana para nasabah kecil Bank Century sebesar Rp1,4 triliun belum kembali, meski pemerintah telah mengucurkan dana talangan.

"Terus kemana duit itu?" kata Setiadi mempertanyakan.

Setiadi yang juga Ketua Forum Nasabah PT Bank Century itu memberikan dukungan moral kepada KPK untuk mengusut kasus itu hingga tuntas.

"KPK harus segera bergerak," kata pria yang juga nasabah Bank Century dengan jumlah simpanan hampir Rp2 miliar itu.

Labirin
Keluh kesah Gunawan dan para nasabah Bank Century menggambarkan labirin persoalan Bank Century. Kasus perbankan yang berujung pada perkara tindak pidana itu menyerupai labirin yang berliku, lengkap dengan berbagai sudut, dan lorong panjang yang kadang buntu.

Amarah para nasabah Bank Century adalah akibat dari kisruh tahap awal bank tersebut. Para nasabah merasa tertipu karena dana simpanan mereka raib setelah dialihkan oleh manajemen bank ke bentuk simpanan yang lain.

Jusuf Kalla ketika masih menjadi Wakil Presiden pernah menyebut penggelapan dana itu sebagai perampokan oleh manajemen bank itu sendiri.

Kisruh tahap awal itu berakhir di meja hijau dengan Robert Tantular, salah satu petinggi Bank Century, sebagai pesakitan. Bahkan, dalam kasus itu, Polri berhasil mengendus lokasi persembunyian" dana para nasabah di luar negeri.

Para nasabahpun berusaha keras untuk mendapatkan uang mereka kembali. Sejumlah media massa memberitakan, hilangnya dana itu membuat para nasabah dengan jumlah simpanan besar kalang kabut.

Pokok pemberitaan dalam kasus itu adalah upaya salah satu nasabah, Budi Sampoerna untuk mendapatkan kembali uangnya. Hal itu berujung pada komunikasi antara Lucas, pengacara Budi Sampoerna, dan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri Komjen Pol Susno Duaji. Kabar yang beredar, komunikasi tentang uang sebesar 18 juta dolar AS itu disadap oleh KPK.

Meski awalnya para pihak tersebut tidak saling terbuka, namun akhirnya segala sesuatu menjadi lebih jelas. Dalam klarifikasi dengan Tim Independen Verifikasi Fakta dan Proses Hukum atas Kasus Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Rianto (pimpinan KPK nonaktif), para pihak itu akhirnya "buka-bukaan".

Hal itu terlihat dalam rekomendasi tim yang lebih dikenal dengan nama Tim Delapan itu. Salah satu isi rekomendasi itu menyinggung tentang penyadapan yang dilakukan oleh KPK.

"KPK mengakui memiliki rekaman penyadapan pembicaraan di antaranya antara Lucas dan Susno Duadji, pembicaraan terkait upaya pencairan dana Budi Sampoerna. Dalam upaya pencairan tersebut, Susno Duadji mengeluarkan dua surat klarifikasi tertanggal 7 April 2009 dan 17 April 2009," demikian terungkap dalam rekomendasi tersebut.

Namun demikian, Susno membantah menerima suap terkait komunikasinya dengan Lucas. Kepada Tim Delapan, Susno mengaku sengaja menyusun pembicaraan seolah-olah akan menerima suap.

"Maksudnya untuk melakukan latihan penyadapan bagi KPK, dan sekaligus latihan `kontra intelijen`," demikian pengakuan Susno kepada Tim Delapan.

Meski demikian, Susno mengaku Lucas tidak mengetahui bahwa tindakan ini merupakan kontra intelijen.

Draf rekomendasi Tim Delapan juga mengungkap pengakuan Susno tentang pertemuan di Hotel Ambhara, Jakarta Selatan dan skenario rencana penyerahan "sesuatu" dengan menggunakan tas. Menurut Susno, tas tersebut sebenarnya kosong.

Perjalanan mengelilingi labirin persoalan Bank Century belum berakhir. "Krisis" yang dialami Bank Century mendorong pemerintah mengucurkan dana talangan kepada bank tersebut hingga Rp6,7 triliun.

Dana talangan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu awalnya untuk mengganti dana para nasabah yang raib. Namun siapa sangka, ternyata para nasabah kecil mengaku tidak mendapat bagian.

Ketua Forum Nasabah PT Bank Century, Gunawan Setiadi menegaskan, dana para nasabah kecil Bank Century sebesar Rp1,4 triliun belum kembali.

Politis
Kegelisahan ternyata tidak hanya menghantui para nasabah, tetapi juga para politisi. Hal ini terbukti dengan bergulirnya usulan penggunaan hak angket di DPR RI.

Sejumlah tokoh menjadi inisiator penggunaan hak konstitusional anggota dewan itu. Bahkan, pemikiran itu menjangkiti anggota DPR yang lain.

Lebih dari 220 wakil rakyat membubuhkan tanda tangan, menandai persetujuan penggunaan hak DPR untuk mengusut suatu kasus itu.

Meski tidak mutlak, delapan fraksi yang ada di DPR terwakili dalam usulan penggunaan hak angket. Satu-satunya fraksi yang anggotanya tidak membubuhkan tanda tangan adalah Fraksi Partai Demokrat.

KPK mulai menyelidiki dugaan suap terkait Bank Century sejak 25 November 2008, jauh sebelum gerakan politis di Senayan muncul.

Kini, upaya pengungkapan kasus Bank Century semakin berwarna karena tidak hanya dilakukan melalui upaya hukum yang sedang digalakkan oleh KPK, melainkan juga melalui inisatif DPR sebagai lembaga politis.

Wakil Ketua KPK, Haryono Umar membantah gerakan politis di DPR akan mempengaruhi upaya hukum yang sedang dilakukan KPK.

"Kita kan hanya bekerja berdasar ketentuan hukum," katanya ketika ditemui setelah peluncuran Indeks Persepsi Korupsi 2009 oleh Transparency International Indonesia.

Bahkan, usulan hak angket itu tidak membuat KPK tergesa-gesa mengambil langkah dalam menangani kasus Bank Century. Haryono menjelaskan, KPK hanya akan bekerja setelah menerima hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Kami masih menunggu audit itu," katanya.

Dia menjelaskan, kasus Bank Century awalnya masuk melalui bagian Pengaduan Masyarakat KPK.

Setelah melakukan penelitian, Pengaduan Masyarakat membutuhkan tambahan data sebelum meningkatkan status kasus itu ke tahap selanjutnya.

"Oleh karena itu kami minta tolong BPK untuk melakukan audit," kata Haryono menambahkan.

Sementara itu, Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Husein mengaku telah menyerahkan sebagian hasil penelusuran perbankan mereka kepada BPK.

Data PPATK itu akan digunakan untuk melengkapi audit BPK. Rencananya, audit itu akan diserahkan kepada DPR. Selain itu, kemungkinan KPK juga akan mendapatkan audit yang sama.

Pertanyaannya, mampukah gerakan hukum KPK bersinergi dengan gerakan politis DPR untuk mengungkap kasus Bank Century? Mungkinkan salah satunya menjadi bahan tawar menawar penyelesaian kasus?(*)

Pewarta: Fx. Lilik Dwi Mardjianto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009