Brisbane, (ANTARA News) - Arus kedatangan perahu-perahu pengangkut para pencari suaka ke Australia belum menunjukkan tanda-tanda mereda.

Sejak berakhirnya drama penolakan 78 orang warga Sri Lanka meninggalkan Kapal "Oceanic Viking" di perairan Pulau Bintan, Riau Kepulauan, 18 November lalu, setidaknya sudah delapan kapal pengangkut para pencari suaka baru yang memasuki perairan Australia.

Kementerian Dalam Negeri Australia, Senin, menyebutkan, kasus terbaru adalah perahu yang ditangkap kapal patroli keamanan laut Australia sekitar 31 mil baratlaut Karang Scott pada Minggu (6/12) pukul 17:31 waktu setempat.

Perahu berawak dua orang itu mengangkut 38 orang penumpang yang diduga para pencari suaka. Namun Kementerian Dalam Negeri Australia tidak menjelaskan asal perahu dan status kewarganegaraan dua orang awaknya dan 38 orang penumpangnya.

Perahu yang dipergoki kapal patroli "ACV Holdfast Bay" yang beroperasi di bawah Komando Pertahanan Perbatasan Australia itu merupakan perahu kedelapan sejak berakhirnya kasus "Oceanic Viking" di perairan Pulau Bintan atau perahu ketiga yang ditangkap dalam enam hari terakhir Desember 2009.

Seperti dalam kasus-kasus kedatangan ilegal para pencari suaka sebelumnya, ke-38 orang penumpang dan dua awak perahu yang ditangkap 6 Desember itu dibawa ke Pusat Penahanan Imigrasi Pulau Christmas untuk menjalani pemeriksaan kesehatan, keamanan, identitas, dan alasan kedatangan mereke ke Australia.

Dalam berbagai kasus penyelundupan para pencari suaka asing ke Australia itu warga negara Indonesia (WNI) terlibat langsung sebagai nakhoda dan awak kapal.

Pada 25 November lalu misalnya, Kepolisian Federal Australia (AFP) kembali mendakwa dua WNI masing-masing berusia 32 tahun dan 18 tahun dalam kasus penyelundupan 52 orang pencari suaka asing.

Keduanya diadili Pengadilan Magistrat Perth, Australia Barat, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan atau membayar denda 220 ribu dolar Australia (atau sekitar Rp18,9 miliar).

Dengan diajukannya kedua WNI ini, sejak September 2008, AFP sudah mendakwa 63 orang pelaku penyelundupan para pencari suaka asing.

Sebanyak 58 orang di antaranya adalah para awak kapal pengangkut pencari suaka dan lima orang lainnya adalah anggota jaringan penyelundupan manusia yang berbasis di Australia

Maraknya serbuan perahu-perahu pengangkut pencari suaka asing sejak September 2008 ini telah memicu perdebatan politik yang tajam.

Dalam pandangan Perdana Menteri Kevin Rudd, "faktor-faktor keamanan global" adalah pendorong munculnya kasus-kasus baru para pencari suaka ke Australia sedangkan kubu oposisi menuding perubahan kebijakan pemerintah federal Australia sebagai faktor pemicunya.

Di era pemerintahan PM John Howard, Australia menerapkan kebijakan "Solusi Pasifik", yakni para pencari suaka yang tertangkap di perairan negara itu dikirim ke Nauru. Mereka yang dianggap pantas, diberi visa proteksi sementara.

Setelah pemerintahan beralih ke Partai Buruh Australia, kebijakan "Solusi Pasifik" dan "visa proteksi sementara" ini kemudian dihapus.

Sebagai gantinya, pemerintahan PM Rudd sepenuhnya memberdayakan keberadaan pusat penahanan imigrasi di Pulau Christmas dan memberikan visa residen tetap bagi para pencari suaka yang telah menjalani pemeriksaan dan mendapatkan status pengungsi.

Setiap tahun Australia menerima sedikitnya 13.500 orang pengungsi.(*)

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009