Jakarta (ANTARA News) - Perompakan meraja-lela di wilayah perairan Somalia sepanjang 2009 meski sejumlah kapal perang canggih internasional digelar di kawasan itu untuk mengendalikan aksi kriminal tersebut.

Bajak laut terus menyergap dan menahan kapal-kapal dagang yang melewati perairan itu untuk menuntut uang tebusan dalam jumlah besar.

Perompak Somalia juga menunjukkan keberanian mereka di tengah armada internasional dengan membajak kapal-kapal minyak berukuran besar dan melakukan perompakan di wilayah perairan yang semakin jauh.

Kapal minyak Yunani -- Maran Centaurus -- sedang berlayar dari Kuwait menuju Teluk Meksiko bersama 28 orang awaknya dan dua juta barel minyak mentah ketika dibajak oleh perompak Somalia di dekat Seychelles pada 29 November.

Itu merupakan pembajakan kapal minyak besar kedua dalam waktu setahun oleh perompak, yang mengejutkan dunia pelayaran pada 2008 ketika mereka membajak Sirius Star, kapal minyak dengan panjang 330 meter yang membawa minyak mentah yang diyakini bernilai sekitar 150 juta dolar.

Kapal itu dibebaskan setelah pembayaran uang tebusan jutaan dolar pada Januari, dua bulan setelah perompakan paling spektakuler itu pada 2008.

Perompak dari negara Tanduk Afrika yang gagal itu saat ini masih menahan belasan kapal dan lebih dari 200 orang awak kapal, termasuk pasangan Inggris yang kapal pesiarnya dibajak di lepas pantai Seychelles.

Kenyataan itu mencerminkan bahwa operasi anti-perompakan yang dilakukan oleh Uni Eropa (EU), NATO dan sejumlah negara individu telah gagal mengendalikan aksi bajak laut, sementara para ahli mengatakan bahwa upaya-upaya membentuk sebuah pengadilan internasional untuk memroses perompak yang ditangkap akan menghadapi halangan hukum yang rumit.

Perompak berhasil mengeruk keuntungan jutaan dolar dari uang tebusan bagi pembebasan kapal-kapal yang mereka tahan, hingga hari-hari terakhir 2009.

Kantor Berita Reuters melaporkan Selasa (29/12) bahwa perompak Somalia membebaskan kapal peti kemas berbendera Singapura, Kota Wajar, yang dibajak pada 15 Oktober di utara Seychelles, setelah mereka memperoleh uang tebusan.

Menurut seorang perompak, pembebasan itu dilakukan setelah perompak memperoleh uang tebusan empat juta dolar.

Pada pertengahan Desember perompak Somalia juga membebaskan kapal barang Yunani MV Delvina setelah memperoleh uang tebusan jutaan dolar.

Kapal yang membawa gandum itu dibajak pada 5 November di daerah sebelah baratlaut Madagaskar. Kapal itu diawaki oleh 21 orang, yang terdiri dari tujuh warga Ukraina dan 14 Filipina.

Perusahaan pemilik Delvina, Meadway Shipping, mengatakan dalam sebuah pernyataan, kapal itu dibebaskan pada 17 Desember dan semua awaknya selamat tanpa cedera meski ditahan perompak selama 43 hari.

Kapal itu dibajak di daerah timurlaut Kepulauan Komoro di Lautan India ketika sedang berlayar dari Ukraina menuju Mombassa di Kenya.

"Perusahaan tidak ingin membahayakan keselamatan awak kapal atau awak lain yang masih ditahan oleh perompak di daerah itu," kata perusahaan itu.

Perairan di lepas pantai Somalia merupakan tempat paling rawan pembajakan di dunia, dan Biro Maritim Internasional melaporkan 24 serangan di kawasan itu antara April dan Juni tahun 2008 saja.

Perompak menyerang lebih dari 130 kapal dagang sepanjang 2008, atau naik lebih dari 200 persen dari serangan tahun 2007, menurut Biro Maritim Internasional.

Kelompok-kelompok bajak laut Somalia, yang beroperasi di jalur pelayaran strategis yang menghubungkan Asia dan Eropa, memperoleh uang tebusan jutaan dolar dari pembajakan kapal-kapal di Lautan India dan Teluk Aden.

Perompakan meningkat di lepas pantai Somalia dalam beberapa tahun ini meski angkatan laut asing digelar di kawasan itu.

Patroli angkatan laut multinasional di jalur pelayaran strategis yang menghubungkan Eropa dengan Asia melalui Teluk Aden yang ramai tampaknya hanya membuat geng-geng perompak memperluas operasi serangan mereka semakin jauh ke Lautan India.

Dewan Keamanan PBB telah menyetujui operasi penyerbuan di wilayah perairan Somalia untuk memerangi perompakan, namun kapal-kapal perang yang berpatroli di daerah itu tidak berbuat banyak, menurut Menteri Perikanan Puntland Ahmed Saed Ali Nur.

Pemerintah transisi lemah Somalia, yang saat ini menghadapi pemberontakan berdarah, tidak mampu menghentikan aksi perompak yang membajak kapal-kapal dan menuntut uang tebusan bagi pembebasan kapal-kapal itu dan awak mereka.

Perompak, yang bersenjatakan granat, roket dan senapan otomatis, menggunakan kapal-kapal cepat untuk memburu sasaran mereka.

Perang Gerilya

Selain perompakan, perang gerilya berlanjut di Somalia pada hari-hari terakhir 2009.

Pemboman artileri antara milisi garis keras dan pasukan pemerintah Somalia menewaskan sedikitnya 14 orang dan mencederai 28 lain di Mogadishu pada 20 Desember.

Gerilyawan menembakkan mortir ke arah pasukan pemerintah, yang segera membalas dengan pemboman hebat yang menewaskan warga sipil di sejumlah daerah pinggiran Mogadishu dan membuat penduduk yang ketakutan tetap berada di dalam rumah.

"Empatbelas warga sipil tewas dan 28 lain cedera Sabtu malam dan Minggu pagi dalam tembak-menembak mortir di Mogadishu," kata Ali Yasin Gedi, wakil ketua Organisasi Hak Asasi Manusia dan Perdamaian Elman Mogadishu, kepada Reuters.

Maryan Said, seorang warga di pasar Bakara, mengatakan kepada Reuters melalui telepon, enam orang dari satu keluarga tewas dalam ledakan satu bom, yang juga merenggut tiga jiwa lain di satu rumah berdekatan.

"Rumah mereka hancur sebagian dan mayat mereka berada dalam kubangan darah," katanya.

Bakara, yang terkenal karena pasar senjata terbukanya, telah lama dianggap oleh pemerintah dan pasukan Uni Afrika AMISOM sebagai pangkalan muslim garis keras Al-Shabaab, yang berusaha menggulingkan pemerintah sementara Somalia.

Presiden Somalia Sharif Sheikh Ahmed telah mendesak masyarakat internasional berbuat lebih banyak untuk membantu pemerintah transisinya yang sedang menghadapi pemberontakan yang diilhami Al-Qaeda.

Sharif mengatakan dalam wawancara dengan Kantor Berita AFP, peluang pemerintahnya lebih besar saat ini dibanding dengan ketika ia mulai berkuasa pada Januari dengan dukungan masyarakat internasional.

Namun, ia mengatakan, negara-negara besar dunia harus berbuat lebih banyak untuk membantu.

"Masyarakat internasional bisa melakukan hal lebih banyak untuk membangun lagi Somalia, prasarananya dan pasukan keamanannya. Kami masih berada pada tahap janji-janji," kata Sharif pada 23 November.

"Rakyat telah melihat wajah sesungguhnya dari oposisi, mereka membunuh, mereka meneror penduduk," katanya, menunjuk pada dua kelompok gerilya Muslim garis keras yang menguasai sejumlah besar wilayah di negara Tanduk Afrika itu.

"Ada rencana untuk mengalahkan pemerintah ini, dan mengingat hal itu, kenyataan bahwa pemerintah masih bekerja merupakan satu keberhasilan," katanya di tempat kediamannya Villa Somalia di Mogadishu, yang mendapat pengamanan dari pasukan penjaga perdamaian Uganda.

Pemerintah transisi hanya menguasai sejumlah kecil wilayah di Mogadishu, ibukota Somalia, dan sisanya dikuasai Al-Shabaab yang diilhami Al-Qaeda dan kelompok lebih politis Hezb al-Islam.

Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Penculikan, kekerasan mematikan dan perompakan melanda negara tersebut.

Sejak awal 2007, gerilyawan menggunakan taktik bergaya Irak, termasuk serangan-serangan bom dan pembunuhan pejabat, pekerja bantuan, intelektual dan prajurit Ethiopia.

Ribuan orang tewas dan sekitar satu juta orang hidup di tempat-tempat pengungsian di dalam negeri akibat konflik tersebut.

Pemerintah sementara telah menandatangani perjanjian perdamaian dengan sejumlah tokoh oposisi, namun kesepakatan itu ditolak oleh al-Shabaab dan kelompok-kelompok lain oposisi yang berhaluan keras.

Washington menyebut al-Shabaab sebagai sebuah organisasi teroris yang memiliki hubungan dekat dengan jaringan al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden.

Gerilyawan muslim garis keras, yang meluncurkan ofensif sejak 7 Mei untuk menggulingkan pemerintah sementara dukungan PBB yang dipimpin oleh tokoh moderat Sharif Ahmed, meningkatkan serangan-serangan mereka.

Tiga pejabat penting tewas dalam beberapa hari, yang mencakup seorang anggota parlemen, seorang komandan kepolisian Mogadishu dan seorang menteri yang terbunuh dalam serangan bom bunuh diri.
(*)

Oleh Oleh Memet Suratmadi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009