Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah terus mendesak agar Research in Motion (RIM) membuka aksesnya khususnya terhadap tersangka korupsi, pencucian uang dan orang-orang yang diduga menjadi pelaku kejahatan lainnya.

"Kami akan minta dibukakan akses terhadap orang-orang yang dicurigai melakukan kejahatan. Bila RIM setuju, maka kita akan tandatangani kesepakatan," kata Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring usai rapat kerja dengan Komisi I di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Kamis.

Dia menjelaskan, lima dari enam tuntutan pemerintah telah dilaksanakan oleh RIM. Satu yang belum dilaksanakan oleh RIM adalah membuka data center di Indonesia.

"Yang sudah dilaksanakan adalah membuka cabang di Indonesia, membuka layanan purnajual, memblok konten negatif, menyerap tenaga kerja Indonesia serta bekerjasama dengan pengembang lokal untuk menggunakan piranti lunak dan komponen lokal," ujarnya.
 
Menurutnya, RIM belum dan tidak memberikan alasan mengapa hingga kini tidak membuka data center di Indonesia. Dia berharap, RIM segera membuka data center di Indonesia. Sebab bila tidak, maka RIM bisa dikenai sanksi.
 
Dia menambahkan, sejauh ini, belum ada payung hukum untuk melakukan penyadapan terhadap orang-orang yang dicurigai melalui jaringan BlackBerry.
 
"Kalau dengan operator lain sudah. Yang jelas, BlackBerry maupun BlackBerry Messenger (BBM) tidak bersih dari penyadapan. Ada teknologi yang bisa digunakan untuk menyadap," tukasnya.
 
Dia menambahkan, operator mengetahui bahwa ada beberapa pelanggannya yang dicurigai melakukan kejahatan sedang disadap. Bahkan, operator yang membukakan pintu agar penyadapan bisa dilakukan.
 
"Sedangkan RIM belum membukakan akses meski ada teknologi untuk menyadap BlackBerry," tandasnya.

Sejauh ini, kata dia, institusi yang berhak melakukan penyadapan adalah Polri, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi dan Badan Narkotika Nasional.
 
Sementara terkait akan dikenakannya pajak barang mewah bagi produk-produk Blackberry, Tifatul menganggap hal itu baru sekadar wacana.

"Itu baru ide. Tapi menurut saya bukan RIM saja yang rugi. Meski minat orang untuk membeli tidak turun, konsumen yang pertama terkena dampak," tuturnya.
 
Dalam kesempatan itu, Tifatul menyatakan bahwa RIM tidak berencana membangun pabriknya di Malaysia. Hal itu diketahuinya dari Dubes Kanada, yang hadir pada open house yang digelarnya lebaran lalu.
 
"Dubes Kanada menyatakan tidak ada rencana membangun pabrik di Malaysia. Berita pembangunan pabrik itu tidak jelas sumbernya, tapi sudah diributkan," tandasnya.

Menurutnya, tidak menjadi masalah apakah RIM akan membangun pabriknya di Indonesia atau tidak. Sebab, itu bukan urusan Indonesia. Terlebih, tidak ada aturan yang memaksa RIM membuka pabriknya di Indonesia.
 
"Mau buka pabrik di Laut Teduh atau Kutub Selatan bukan urusan kita. Namun bila mengambil tindakan tetapi tidak bicara dengan kita, RIM tahu konsekuensinya," tukas mantan presiden Partai Keadilan Sejahtera itu.(zul)

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011