Tugas dari lembaga independen itu antara lain mendaftar, mengadministrasikan dan memverifikasi kasus-kasus konflik agraria yang diadukan oleh kelompok masyarakat secara kolektif.
Jakarta (ANTARA News) - Lembaga independen dinilai bermanfaat untuk menyelesaikan konflik agraria secara transparan, berkelanjutan, dan akuntabel dengan membentuk jaringan pemantau antarpemangku kepentingan dalam sektor tersebut.

Siaran pers Forum Indonesia untuk Keadilan Agraria yang diterima di Jakarta, Senin, menginginkan agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melaksanakan seluruh Ketetapan MPR RI No IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam secara konsisten.

Forum mengemukakan dalam hal mengupayakan penyelesaian konflik agraria secara berkesinambungan, intensif dan terkoordinasi, dapat dilakukan dengan cara membentuk lembaga independen.

Tugas dari lembaga independen itu antara lain mendaftar, mengadministrasikan dan memverifikasi kasus-kasus konflik agraria yang diadukan oleh kelompok masyarakat secara kolektif.

Lembaga independen juga diharapkan bisa melakukan audit atas izin-izin pemanfaatan tanah dan sumber daya alam yang diberikan kementerian, lembaga dan pemerintah daerah yang menimbulkan konflik-konflik agraria.

Selain itu, lembaga independen juga memiliki otoritas untuk membuat dan menyampaikan rekomendasi penyelesaian kasus-kasus konflik agraria tersebut kepada para pihak yang terlibat di dalam konflik, serta memfasilitasi penyelesaian konflik melalui mediasi, negosiasi dan arbitrasi.

Lembaga tersebut juga akan bermanfaat dalam melakukan sosialisasi, koordinasi dan kerjasama dengan kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian.

Forum juga mendorong kepala pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota untuk mengidentifikasi dan menginventarisasi konflik-konflik yang sedang berlangsung serta deteksi dini potensi konflik pengelolaan sumberdaya alam.

Sebagai gambaran, Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI menyatakan ada sekitar 8.000 konflik pertanahan yang belum terselesaikan.

Sawit Watch menyebutkan sekitar 660 konflik di perkebunan kelapa sawit dan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyebut konflik agraria di sektor perikanan sepanjang 2012 melibatkan 60 ribu nelayan. Sementara Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menemukan sekitar 1.700 konflik agraria, mencakup kasus-kasus perkebunan, kehutanan dan pertambangan.

Khusus di tahun 2012, KPA mencatat 156 petani ditahan tanpa proses hukum yang benar, 55 orang terluka dan dianiaya, 25 petani tertembak dan 3 orang tewas akibat konflik agraria.

(M040)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013