No limit, satu rupiah pun harus dilaporkan.
Purwokerto (ANTARA News) - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) akan memberlakukan "International Funds Transfer Instruction (IFTI)" mulai 1 Januari 2014 guna mengetahui instruksi dan nominal transfer ke luar maupun dalam negeri.

"Mulai tanggal 1 Januari, kita memberlakukan IFTI. Seluruh transaksi, instruksi transfer ke luar negeri atau dari luar negeri ke dalam negeri wajib dilaporkan ke PPATK," kata Wakil Ketua PPATK Agus Santoso, di Purwokerto, Sabtu.

Agus mengatakan hal itu kepada wartawan usai memberi kuliah umum di Gedung Justicia 1 Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto.

Menurut dia, instruksi transfer yang wajib dilaporkan dapat berupa layanan pesan singkat (SMS), faksimili, surat, maupun instruksi-instruksi lainnya.

"No limit, satu rupiah pun harus dilaporkan. Dengan itu, kita akan tahu instruksi transfer dan nominal transfer yang pergi ke luar negeri termasuk dari luar negeri yang masuk ke Indonesia," katanya.

Ia mengatakan bahwa saat ini PPATK sedang melakukan uji coba IFTI dengan enam bank dan beberapa penyelenggara transfer internasional sebelum diterapkan mulai 1 Januari 2014.

Agus mengaku telah menyampaikan permasalahan ini dalam Forum Komunikasi Direktur Kepatuhan Perbankan di tingkat nasional.

"Kepada semua bank, untuk mendukung IFTI ini yang akan diberlakukan mulai bulan Januari nanti," katanya.

Di bagian lain, Agus mengatakan bahwa saat ini penyedia jasa keuangan, baik bank maupun asuransi, diberi kewenangan untuk melakukan penundaan transaksi jika menduga adanya unsur kejahatan seperti identitas palsu.

Menurut dia, penundaan transaksi dapat dilakukan selama lima hari dan dalam waktu 1x24 jam melaporkan kepada PPATK.

"PPATK bisa melakukan penghentian transaksi selama 10 hari dan bisa ditambah lima hari lagi. Dalam proses penghentian transaksi itu, kita bisa langsung lapor ke kepolisian, dan kepolisian bisa langsung melakukan penyelidikan serta melakukan pemblokiran," katanya.

Bagi orang-orang yang identitasnya palsu dan selanjutnya kabur serta tidak mengakses lagi uangnya sehingga menjadi rekening "gantung", kata dia, akan dilakukan perampasan aset.

Dalam hal ini, lanjut dia, PPATK telah bekerja sama dengan Mahkamah Agung (MA) dan telah dikeluarkan Surat Edaran MA Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perampasan Aset.

"Ketika penghentian transaksi sudah berjalan, kita serahkan kepada kejaksaan tetapi tidak ada orang yang mau mengakui itu asetnya, maka jaksa bisa memohonkan untuk perampasan aset ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, lalu mengumumkan ke media mengenai tuntutan negara mengenai perampasan aset selama tujuh hari kerja," katanya.

Ia mengatakan jika ada orang yang mengakui bahwa aset yang akan dirampas oleh negara, orang tersebut harus datang sendiri tanpa diwakilkan oleh pengacara dan harus menjelaskan kalau uang itu tidak ada kaitannya dengan hasil kejahatan.

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013