Kalau saya nilai kontrak kerja sama yang ada sekarang ini banyak yang merugikan. Sudah menjadi kewajiban presiden baru mendatang untuk memiliki keberanian dan keberpihakan kepada kepentingan nasional,"
Jakarta, 27/3 (Antara) - Ketua Umum Asosiasi Pemerintahan Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Isran Noor, meminta pemerintah mendatang berani melakukan renegosiasi kontrak kerja sama bisnis di sektor migas dan pertambangan bila dianggap merugikan kepentingan bangsa.

"Kalau saya nilai kontrak kerja sama yang ada sekarang ini banyak yang merugikan. Sudah menjadi kewajiban presiden baru mendatang untuk memiliki keberanian dan keberpihakan kepada kepentingan nasional," kata Isran Noor yang juga Bupati Kutai Timur di Jakarta, Kamis.

Isran memberi contoh kontrak penjualan LNG Tangguh ke luar negeri yang hanya berkisar 3 dolar AS per mmbtu, padahal di dalam negeri industri harus membeli gas di atas harga 10 dolar AS per mmbtu.

Selain itu, berbagai kontrak di bidang pertambangan umum juga dinilai merugikan, karena yang terjadi adalah eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran.

Menurut Isran, sesuai dengan amanat UUD 1945 bahwa bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

"Yang terjadi sekarang, hampir semua kekayaan alam kita dikuasai oleh asing. Rakyat tidak dapat apa-apa. Ini sudah menyalahi UU," ucapnya.

Dia yakin, ketegasan itu tidak akan menyebabkan hengkangnya investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.

"Saya bukan anti asing dan tidak menyarankan nasionalisasi. Saya hanya mengusulkan agar kontrak direnegosiasi dan direformasi. Kalaupun mereka hengkang, biar saja. Sumber daya ini kan milik kita, jadi kita kelola sendiri saja untuk kesejahteraan rakyat," tegas Bupati Kutai Timur yang sudah berulang kali menutup perusahaan asing yang melanggar aturan di kabupatennya.

Selain masalah pengelolaan sumber daya alam berupa migas dan pertambangan, menurut dia, yang harus menjadi perhatian pemerintah mendatang adalah masalah ketahanan pangan.

Isran mengatakan, pemerintah dapat memanfaatkan 42 juta hektar lahan yang saat ini rusak dan terlantar untuk digarap masyarakat.

Isran Noor menggambarkan seandainya 42 juta hektar lahan tersebut menyerap 50 persen tenaga kerja untuk penanaman, berarti 21 juta hektar lahan akan menghasilkan 10 juta tenaga kerja.

"Ini angka luar biasa untuk menambah stok pangan nasional maupun mengurangi pengangguran," kata Isran yang juga sebagai ketua umum penyuluh pertanian (Perhiptani).(*)

Pewarta: Ganet
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014