Akibatnya korupsi terus terjadi, karena pada dasarnya sistem mengkondisikan seseorang untuk korup. Ini ibarat orang sakit, yang dilakukan hanya memberikan obat penghilang rasa sakit saja, tanpa dicari apa penyebab sakitnya,"
Jakarta (ANTARA News) - Desain pemberaantasan korupsi di Indonesia masih berfokus pada sektor penindakan, bukan melakukan perbaikan sistem dan upaya pencegahan.

"Akibatnya korupsi terus terjadi, karena pada dasarnya sistem mengkondisikan seseorang untuk korup. Ini ibarat orang sakit, yang dilakukan hanya memberikan obat penghilang rasa sakit saja, tanpa dicari apa penyebab sakitnya," kata anggota Komisi III DPR, Aboe Bakar Al Habsy di Jakarta, Selasa.

Bila membicarakan capaian, dirinya tak memiliki data penanganan kasus korupsi dari 3 lembaga penegak hukum yang paling mutakhir. Yang pernah saya baca pada 2012 menyelesaikan kejaksaan agung 1.272 perkara korupsi, polisi 1.711 perkara korupsi dan KPK 36 perkara korupsi.

Padahal, katanya, di saat itu biaya penangan satu perkara di KPK bisa sampai Rp300 juta lebih. sedangkan di Kepolisian, satu perkara sekitar Rp37 juta. Disisi lain, gaji penyidik di KPK empat kali lipat atau empat ratus persen dari gaji penyidik kepolisian. "Silahkan saja dibandingkan, bagaimana kinerja masing-masing," katanya.

Menurut seorang teman yang mengikuti Pidato Purna Bhakti Prof Romli Atmasasmita, beliau menyampaikan bahwa pada antara 2009-2013 keberhasilan pengegak hukum dalam mengembalikan keuangan negara adalah KPK sebanyak Rp700 miliar, Polri Rp2 triliun dan Kejaksaan Rp6,2 triliun

"Dari beberapa data tersebut, publik tentunya bisa menganalisa bagaimana kinerja dan produktifitas lembaga penegak hukum yang ada dalam melakukan pemberantasan korupsi. Baik dalam capaian penanganan jumlah perkara, maupun dalam upaya pengembalian kerugian negara," kata politisi PKS itu.

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014