Jakarta (ANTARA News) - Happy Salma menuliskan perjalanan hidup Desak Nyoman Suarti, seorang seniman asal Bali yang namanya lebih tenar di luar negeri ketimbang Indonesia, dalam buku berjudul "The Warrior Daughter".

"Saat pertama kali bertemu beliau, saya merasa orang harus tahu dan mengenal beliau," kata Happy di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta, Rabu.

Perjalanan hidup Suarti penuh warna, Suarti muda mendobrak batasan sosial di Bali yang dulu tidak mengizinkan perempuan belajar melukis, dia juga menjadi duta budaya dengan mengajarkan tari tradisional di berbagai negara asing, kemudian dia belajar membuat perhiasan perak dengan motif ragam hias Nusantara yang dipasarkan di luar negeri.

Suarti pernah dituduh mencuri hak cipta seniman Amerika yang mematenkan motif ragam hias Indonesia, perajin perak asal Bali itu kemudian maju menghadapi tuntutan tersebut di pengadilan New York, AS.

"Kalau ada seorang perempuan Indonesia yang maju dan melawan orang asing yang mematenkan motif nusantara, dia bukan perempuan sembarangan," kata Happy.

"The Warrior Daughter" berisi lima bab dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Selain menulis pengalaman hidup Suarti yang penuh lika-liku, Happy juga menyematkan foto-foto kerajinan perak bermotif hias Nusantara buatan Suarti.

Proses mengumpulkan dan memilih data motif nusantara dan foto-foto perhiasan perak tersebut memakan banyak waktu sehingga Happy baru bisa menyelesaikan "The Warrior Daughter" setelah empat tahun berlalu.

Menurut Happy, buku ini hanya berisi secuplik kehidupan Suarti sampai-sampai ia menyebutnya sebagai "sketsa".

Happy sempat merasa kesulitan memilih cerita mana yang diangkat dalam buku ini karena terlalu banyak hal menarik.

Bahkan, lanjut Happy, dia bisa membuat lagi beberapa buku tentang Suarti dari sudut pandang keahliannya sebagai pelukis dan penari.

Demi idealisme, Happy memilih untuk mencetak buku itu sendiri ketimbang mempercayakan pada penerbit lain.

Lagipula, tujuan utamanya memang bukan komersil, melainkan keinginan untuk memperkenalkan sosok Suarti sekaligus motif ragam hias dari Tanah Air ke masyarakat luas.

Hanya 600 kopi yang dicetak saat ini, sebagian besar ditujukan untuk kepentingan diskusi dan koleksi.

Sebelum menulis biografi, Happy Salma telah membuktikan kepiawaiannya merangkai kata lewat kumpulan cerpen "Pulang" yang menjadi salah satu nominasi Khatulistiwa Literary Award 2007, "Telaga Fatamorgana" (2008) dan novel kolaborasi bersama Pidi Baiq "Hanya Salju dan Pisau Batu" (2011).

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015