Surabaya (ANTARA News) - Mahasiswa Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS) menciptakan bahan bakar biodiesel dari biji buah bintaro yang umumnya biodiesel komersil dibuat dari bahan pangan seperti jagung dan kedelai yang diharapkan bisa menjadi solusi isu kelaparan dan kelangkaan bahan pangan.

"Awalnya karena kami melihat banyak buah bintaro yang jatuh di pinggiran jalan sekitar kampus, akhirnya kami teliti manfaatnya. Siapa sangka, buah yang biasanya hanya dijadikan racun tikus itu mengandung banyak minyak yang bisa dimanfaatkan," kata mahasiswa Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia, Jennie Lie bersama dengan rekannya, Maria Bangun di Surabaya, Selasa.

Ia mengatakan, cara kerja biodiesel itu dengan mengupas biji buah bintaro yang kemudian dikeringkan, ditimbang serta dicampur dengan metanol dan air. Setelah dicampur, ketiga bahan tersebut dimasukkan ke reaktor subkritis kemudian diberi gas nitrogen hingga tekanan yang diinginkan tercapai. Tekanan yang dipergunakan sekitar 20 bar dan di dalam reaktor terdapat pengaduk untuk mencampur rata biji buah bintaro, metanol dan air.

Tak hanya itu, lanjutnya pada waktu yang bersamaan pula ketiga bahan tersebut juga dipanaskan hingga 140-200 derajat celcius. Seluruh proses tersebut membutuhkan waktu selama empat hingga enam jam. Proses ini tidak membutuhkan katalis asam atau basa karena air pada keadaan subkritis bersifat reaktif sebagai katalis.

"Setelah seluruh bahan tersebut dingin, katup dan reaktor dibuka untuk mengambil hasil pencampuran yang berupa endapan biomassa dan cairan. Endapan biomassa yang tidak terpakai dapat digunakan untuk membuat etanol, jadi teknologi ini sangat ramah lingkungan karena limbahnya sekalipun masih bisa dimanfaatkan," ujarnya.

Menurut dia, cairan yang dihasilkan terdiri dari biodiesel, gliserol dan pengotor dicampur dengan N Heksana, karena perbedaan sifat kepolaran hanya biodiesel yang akan terlarut dengan N Heksana ke dalam corong pemisah, lalu dilakukan metode ekstraksi cair-cair, untuk memisahkan gliserol sebagai produk sampingan yang masih bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan sabun.

"Kemudian biodiesel dan N Heksana dipisahkan menggunakan mesin rotary evaporator. Tahap terakhir proses ini adalah menguapkan N Heksana pada suhu 70 derajat hingga meninggalkan biodiesel biji bintaro," jelasnya.

Di sisi lain, dosen pembimbing penelitian bahan bakar biodesel, Felycia Edi Soetaredjo, kedua mahasiswa tersebut melakukan penelitian di sela-sela waktu kuliah hingga sekitar tujuh bulan lamanya mulai bulan September hingga Juli dengan mengumpulkan buah bintaro yang berjatuhan di sekeliling jalan Kaliwaron Surabaya sebanyak 50 buah untuk menghasilkan minyak sebanyak 40-60 persen dari massa bijinya.

"Dari hasil itu kemudian dilakukan konversi dan diketahui bahwa satu ton biji bintaro dapat menghasilkan 500 liter minyak. Inovasi dengan teknologi ramah lingkungan ini tidak menggunakan katalis dan bebas limbah, sehingga mengantarkan Jennie dan Maria menjadi pemenang ketiga dalam ajang bergengsi TICA (Tokyo Tech Innovation Commitment Award) pada 22 Agustus 2015 lalu," tandasnya.

Pewarta: Indra/Laily
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015