Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perhubungan telah meratifikasi konvensi Ballas Water Management (BWM) di Sidang Majelis Internasional Maritime Organization (IMO) ke-29 di London, Inggris.

Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis mengatakan ratifikasi tersebut menunjukkan komitmen Indonesia untuk melakukan perlindungan terhadap lingkungan laut.

Jonan menjelaskan konvensi tersebut merupakan salah satu Konvensi IMO di bidang perlindungan lingkungan maritim yang bertujuan untuk mencegah penyebaran spesies air yang berbahaya yang berasal dari air ballas di dalam kapal.

Konvensi BWM mempersyaratkan kapal-kapal harus memiliki prosedur yang tepat dalam mengelola air ballas.

Saat ini sudah 45 negara yang telah meratifikasi konvesi BWM.

"Dengan meratifikasi konvensi tersebut maka Indonesia menjadi negara penentu atau "King Maker" yang akan membuat konvensi tersebut berlaku secara penuh (full entry into force), terhitung enam bulan setelah Indonesia menyerahkan Piagam Aksesi dimaksud," kata Jonan.

Dia mengatakan ratifikasi oleh Indonesia terhadap konvensi tersebut merupakan bentuk kerjasama antara Indonesia dengan IMO dalam kerangka IMO-NORAD Project (the Norwegian Agency for Development Cooperation) serta dukungan dari proyek Globallast.

Adapun IMO-NORAD Project adalah salah satu program IMO yang memberikan bantuan bagi negara-negara di Asia Timur untuk mempercepat ratifikasi konvensi IMO di bidang lingkungan maritim.

Sebelumnya Direktorat Jenderal Perhubungan Laut bekerjasama dengan the International Maritime Organization (IMO) dan the Norwegian Agency for Development Cooperation (NORAD) menyelenggarakan kegiatan National Seminar on the Readiness of Stakeholder for Ballast Water Management (BWM) Convention yang diselenggarakan di Jakarta bulan Oktober lalu, membahas lebih dalam mengenai persiapan ratifikasi konvensi BWM dan isu-isu terkait lainnya.

Ballast water adalah air yang digunakan oleh kapal pada saat muatan kosong atau setengah terisi sebagai pemberat untuk menjaga stabilitas, keseimbangan kapal.

Diperkirakan terdapat ribuan jenis spesies didalam ballast water yang dibawa kapal, seperti bakteriubur-ubur, larva, dan telur hewan, serta bentuk planktonik hewan-hewan yang berukuran lebih besar.

Hewan berukuran kecil ini umumnya mati selama perjalanan akibat proses ballast dan lingkungan dalam tangki ballast.

Namun demikian, ada juga spesies yang bertahan dan berhasil lolos pada saat pembuangan air ke laut. Hal tersebut dapat membahayakan kehidupan lingkungan laut, mengubah ekosistem laut dan mengganggu kesinambungan pemanfaatan sumber daya pantai.

Dampak dari perkembangan spesies asing di laut oleh IMO dinilai lebih sulit ditanggulangi dibanding dampak dari pencemaran akibat tumpahan minyak dan telah menjadi masalah global sehingga perlu mendapatkan perhatian lebih serius dari seluruh komunitas maritim dunia.


Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015