Sydney (ANTARA News) - Seorang perempuan hamil yang mengaku diperkosa di pusat penahanan pencari suaka Australia di Nauru --pulau kecil di samudra Pasifik Selatan-- tidak boleh dipaksa melakukan aborsi di Papua Nugini karena tidak aman dan ilegal, demikian putusan pengadilan, Sabtu.

Berdasarkan kebijakan ketat imigrasi Australia, pencari suaka yang dicegati di tengah lautan saat berupaya mencapai Australia dikirim dan diproses di sejumlah penampungan di Nauru dan Pulau Manus, Papua Niu Gini, dan mereka tidak akan ditempatkan di Australia.

Kekerasan dan laporan pelecehan terhadap anak-anak secara sistematis di penampungan, yang menjadi rumah bagi para pencari suaka para pelarian dari kekerasan di Suriah, Irak, Asia Selatan, dan Afrika menimbulkan sorotan UNHCR dan kelompok Hak Asasi Manusia.

Perempuan asal Afrika yang dalam dokumen pengadilan hanya teridentifikasi sebagai S99 mengaku diperkosa saat dia berada di Nauru dan meminta aborsi di Australia.

Akan tetapi, Menteri Imigrasi Australia, Peter Duttton, memerintahkan dia dikirim ke PNG untuk menjalani prosedur (aborsi) itu dan Pengadilan Federal Australia menyidangkan persoalan itu.

Hakim Mordecai Bromberg, Jumat lalu (6/5), memutuskan, prosedur di PNG ilegal karena PNG kekurangan ahli medis dan beberapa fasilitas untuk merawat berbagai kerahasiaan fisiologis dan kondisi psikologis.

"Aborsi di Papua Nugini terbuka bagi pemohon yang memiliki risiko keselamatan dan keabsahan bahwa sebagai orang normal, sikap menteri itu harus dihindari," kata Bromberg membacakan putusannya pada halaman 150, salinan tebal yang belum dipublikasikan.

Bromberg juga memutuskan bahwa perempuan yang menjadi korban pemerkosaan tersebut masih boleh tinggal di PNG hingga 15 Mei 2016.

Juru bicara Dutton menyatakan, putusan Pengadilan Federal Australia tersebut masih dipertimbangkan dan diperkirakan akan diajukan banding.

George Newhouse, pengacara perempuan korban perkosaan, mengatakan, hukum di PNG melarang aborsi, meskipun ada pengecualian prosedur aborsi diperlukan jika untuk menyelamatkan nyawa ibu si jabang bayi.

Australia berselisih paham dengan PNG sejak pemerintahan itu memerintahkan penutupan penampungan akhir bulan lalu.

Penampungan yang menjadi tempat penahanan 850 orang tersebut diputuskan ilegal oleh Mahkamah Agung PNG.

Sejumlah orang yang berupaya mencapai Australia tersebut lebih kecil dibandingkan dengan Eropa, namun imigrasi dipanaskan oleh isu politik dan telah berkobar lagi selama masa kampanye pemilihan umum Australia yang diperkirakan digelar pada bulan Juli mendatang.

Dua orang melakukan aksi bakar diri pada bulan ini sebagai bentuk protes atas perlakuan mereka oleh Australia di tempat penampungan di Nauru.

Seorang pria berusia 23 tahun asal Iran tewas dan seorang perempuan asal Somalia kondisinya kritis di rumah sakit Australia akibat aksi bakar diri itu. 

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016