Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita empat mobil terkait kasus penerimaan suap dan gratifikasi yang dilakukan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.

"Hingga saat ini, tim KPK telah menyita empat mobil antara lain Hummer tipe H3, Toyota Vellfire, Ford Everest, dan Land Cruiser," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis.

Menurut Basaria, empat mobil tersebut diduga berada pada penguasaan Rita Widyasari, namun dengan nama pihak lain.

"Mobil-mobil ini diduga dibeli dari hasil suap atau gratifikasi," kata Basaria.

Selain itu, kata Basaria, pada 26 September sampai 27 September 2017, tim KPK melakukan penggeledahan di sejumlah tempat.

"Pada 26 September di Kompleks Perkantoran Kabupaten Kutai Kartanegara termasuk Kantor Bupati, Pendopo Bupati, dan dua rumah lainnya," kata Basaria.

Sementara, pada 27 September, tim melakukan geledah di Kantor Dinas Pertanahan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pekerjaan Umum, dan Dinas Pendidikan.

"Hari ini, tim masih di lapangan melakukan penggeledahan di sejumlah tempat, yakni kantor Dinas Perhubungan, Dinas Pertanian, dan Dinas Penanaman Modal," ucap Basaria.

Dari hasil penggeledahan itu, kata Basaria, juga disita dokumen yang berisikan catatan transaksi keuangan terkait dengan indikasi gratifikasi yang diterima dan dokumen terkait perizinan lokasi perkebunan kelapa sawit dan proyek-proyek di Kutai Kartanegara.

KPK resmi menetapkan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari dan dua orang lainnya sebagai tersangka dugaan suap dan penerimaan gratifikasi di Kabupaten Kutai Kertanegara.

"Berdasarkan pengembangan penyidikan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup adanya tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi sehingga KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dengan tiga orang tersangka," kata Basaria.

Diduga sebagai pihak penerima dalam kasus suap, yaitu Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari sementara diduga sebagai pemberi, yakni Direktur Utama PT Sawit Golden Prima Hery Susanto Gun.

Sedangkan diduga sebagai penerima gratifikasi, yakni Rita Widyasari dan komisaris PT Media Bangun Bersama Khairudin.

Basaria menjelaskan bahwa Hery Susanto Gun diduga memberikan uang sejumlah Rp6 miliar kepada kepada Rita Widyasari terkait pemberikan izin lokasi untuk keperluan inti dan plasma perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman kepada PT Sawit Golden Prima.

"Suap diduga diterima sekitar bulan Juli dan Agustus 2010 dan diindikasikan ditujukan untuk memuluskan proses perizinan lokasi terhadap PT Sawit Golden Prima," kata Basaria.

Selain itu, kata dia, Rita Widyasari dan Khairudin diduga bersama-sama menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajibannya.

"Yaitu berupa uang sebesar 775 ribu dolar AS atau setara Rp6,975 miliar berkaitan dengan sejumlah proyek di Kutai Kartanegara selama masa jabatan tersangka," ucap Basaria.

Sebagai penerima, Rita Widyasari disangkakan Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan pihak pemberi Hery Susanto Gun disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Namun, KPK tidak membubuhkan sangkaan pasal 55 ayat 1 ke-1 mengenai penyertaan perbuatan terhadap keduanya, artinya hingga saat ini KPK menilai bahwa Rita Widyasari dan Hery Susanto Gun melakukan perbuatan korupsi secara tunggal.

Sementara sebagai pihak penerima gratifikasi Rita Widyasari dan Khairudin disangkakan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017