Jakarta (ANTARA) - Indonesia for Global Justice (IGJ) menginginkan pemerintah dapat melakukan kebijakan moratorium terkait ratifikasi perdagangan bebas untuk memperbaiki struktural perekonomian dalam rangka meningkatkan daya saing nasional.

"Dilema perjanjian FTA (Free Trade Agreement/Perjanjian Perdagangan Bebas) adalah dari perjanjian yang sudah ada saja kita sulit mendorong daya saing, apalagi mau menambah. Tentu dengan struktur perdagangan yang ada saat ini kita masih akan sulit mendongkrak nilai perdagangan, maka perlu moratorium dulu dalam meratifikasi FTA," kata Direktur Eksekutif IGJ Rachmi Hertanti di Jakarta, Kamis.

Menurut Rachmi Hertanti, nilai ekspor tidak akan naik signifikan bila pemerintah menambah perjanjian perdagangan bebas apalagi jika cara-cara perdagangannya masih dengan produk-produk konvensional. Namun yang kemungkinan terjadi, adalah nilai impor yang berpotensi naik.

"Kalau kita buat FTA, tentu harapannya kita kan mau ekspor, tapi negara mitra kita juga mau ekspor ke kita atau berarti impor ke kita. Nah, kita juga tidak bisa batasi impor kalau udah ratifikasi FTA," ucapnya.

Untuk itu, ujar dia, akan jauh lebih baik bila berbagai perundingan FTA dihentikan dahulu agar Indonesia juga bisa fokus saja dulu dengan mendorong industrialisasi guna meningkatkan nilai tambah.

Selain itu, ia memaparkan bahwa dengan melaksanakan moratorium FTA, maka dapat dilaksanakan secara konsisten soal penerapan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN), pembatasan impor untuk substitusi ketergantungan bahan impor, serta pembatasan ekspor konsentrat untuk hilirisasi.

Baca juga: Wapres: Indonesia terlambat antisipasi perkembangan ekonomi global
Baca juga: Wapres JK targetkan perundingan perdagangan bebas selesai akhir tahun
Baca juga: Palestina minta Indonesia bebaskan bea masuk 61 produk
Baca juga: Pebisnis Indonesia diharapkan garap pasar bebas Eropa

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019