Jakarta (ANTARA News) - Dana moneter Internasional (IMF) menganggap ekonomi makro Indonesia, terutama pada sektor moneter berada pada situasi yang positif, sehingga IMF memprediksi ekonomi Indonesia masih akan tumbuh pada level yang cukup baik. "Indonesia masih cukup baik karena Indonesia merupakan penghasil komoditi-komoditi yang masih diminati pasar global," kata Sesmeneg PPN/Sestama Bappenas, Syahrial Loetan di Jakarta, Jumat, saat menjelaskan hasil konsultasi tahunan IMF dengan pemerintah Indonesia. Menurut IMF, katanya, Indonesia masih memiliki banyak momentum pertumbuhan yang bisa dimanfaatkan, meskipun ada faktor ketidakpastian yang tinggi akibat terus melonjaknya harga minyak dunia dan harga pangan global. "Kecuali kalau ada bencana alam," katanya. Dia juga mengatakan, IMF memuji Indonesia karena berhasil mencetak pertumbuhan ekonomi year on year pada triwulan I sebesar 6,3 persen. Syahrial menceritakan, pada Maret, IMF sangat pesimis terhadap ekonomi dunia karena AS yang berada pada jurang resesi, pertumbuhan ekonomi India dan China yang diperkirakan melambat, serta terjadinya "credit crunch" menyusul kerugian lembaga keuangan internasional akibat krisis "subprime mortgage" di AS yang diperkirakan mencapai 945 miliar dolar AS. "Tetapi setelah melihat pertumbuhan ekonomi triwulan I Indonesia yang 6,3 persen, lalu AS juga masih tumbuh meski lambat, Jepang dan China masih tumbuh, sepertinya kawasan Asia masih menjadi daerah yang akan tumbuh dengan baik tahun ini," katanya Meski demikian, katanya, IMF tetap memperingatkan tentang harga minyak dunia, dampak inflasi yang mungkin terjadi, serta dampak dari ekonomi global sebagai resiko yang harus diperhatikan Indonesia. Dalam kesempatan tersebut, jelasnya, Bappenas juga menjelaskan opsi kenaikan harga BBM merupakan opsi terakhir yang harus diambil pemerintah setelah beberapa kebijakan lainnya untuk menyelamatkan APBN. "Tapi kita sampaikan juga bahwa hal itu dilakukan sambil melakukan upaya `counter` dengan melakukan kegiatan jaminan sosial untuk mengurangi dampak yang sangat keras pada masyarakat paling bawah," katanya. Syahrial menambahkan, Bappenas juga menjelaskan kepada IMF bahwa Indonesia memiliki situasi pangan yang baik mengingat pertumbuhan sektor pertanian yang cukup tinggi sehingga Indonesia tidak mengalami dampak yang parah dari kenaikan harga pangan dunia. Sedangkan terkait agenda penghematan energi dengan menggunakan "smart card", kata Syahrial, IMF melihat hal itu sebagai sebuah alternatif kebijakan yang orisinil dan belum pernah dilakukan dimana pun di belahan dunia ini. "Kalau berhasil, dipastikan ada banyak orang yang akan mempelajarinya," katanya. Lebih lanjut, katanya, IMF juga mengusulkan agar pemerintah dapat memanfaatkan cadangan devisa Indonesia yang sangat besar dari penerimaan migas melalui mekanisme "sovereign wealth management". "Kalau diputar dan dilempar ke pasar mungkin lebih baik sehingga nilai tukar kita juga lebih kuat," katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008