Jakarta (ANTARA News) - Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, penerimaan tambahan sektor minyak dan gas akibat kenaikan harga minyak dunia ("windfall profit") mencapai sekitar Rp41 triliun, yang akan digunakan untuk menjaga keberlangsungan program-program penting dan prioritas pemerintah.
"Penerimaan sektor migas yang menikmati `windfall` melonjak sebanyak Rp41 triliun yaitu PPh (Pajak Penghasilan-red)) migas kita dengan adanya harga minyak dunia yang meningkat akan ditingkatkan dari Rp53,6 triliun menjadi Rp61,4 triliun, sedangkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari migas dari Rp182 miliar menjadi Rp216 triliun," kata Menkeu saat mendampingi Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro mengumumkan kenaikan harga BBM di Kantor Kemenko Perekonomian Jakarta, Jumat malam.
Selain itu, kata Menkeu, Depkeu juga berhasil meningkatkan penerimaan negara melalui intensifikasi PPh yang berasal dari perusahaan-perusahaan di sektor-sektor yang mengalami "booming" seperti pertambangan dan perkebunan.
Tambahan penerimaan dari sektor perpajakan lainnya, jelas Menkeu, yaitu tambahan penerimaan dari pajak progresif untuk ekspor CPO sebesar Rp1 triliun per bulan.
Seluruh tambahan penerimaan dari sektor perpajakan itu, ungkap Menkeu, melengkapi upaya penghematan anggaran yang telah dilakukan pemerintah selama ini, yang antara lain melalui pemotongan belanja seluruh kementerian lembaga (KL) hingga sebesar Rp30,3 triliun.
Ditanya tentang perubahan asumsi-asumsi makro setelah dilakukannya kenaikan harga BBM itu, Menkeu menjelaskan pihaknya akan tetap berpegang pada APBN Perubahan 2008 yang sudah disetujui DPR tanggal 5 April lalu dengan UU No 16/2008 hingga akhir tahun anggaran nanti.
"Perubahan-perubahan di dalam asumsi tentu saja akan mengubah postur maupun beberapa pos, namun fleksibilitas seperti yang sudah kita bahas dengan DPR tentu dalam hal ini akan dikelola dengan baik," katanya.
Menurut Menkeu, fleksibilitas yang dimaksud tercantum dalam pasal 7 dan 14 UU APBN P tersebut, yaitu "bantalan" anggaran sebesar Rp8,25 triliun dan kelonggaran bagi pemerintah untuk melakukan kebijakan di bidang pengelolaan subsidi, baik dalam pembatasan volume BBM bersubsidi atau kebijakan harga BBM maupun kebijakan fiskal lainnya.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008