Brisbane (ANTARA News) - Sejumlah aktivis mahasiswa Indonesia di Australia menyayangkan terjadinya bentrokan antara mahasiswa dan polisi yang menyerbu kampus Universitas Nasional (Unas) Jakarta akhir pekan lalu saat terjadi aksi protes terhadap keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Mereka mengimbau pemerintah mengedepankan dialog akademis untuk memenangkan "hati dan pikiran" kalangan kampus atas keputusannya yang memicu protes mahasiswa dan masyarakat dan menghindari pola-pola kekerasan yang hanya akan menimbulkan masalah baru. Presiden Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Universitas Queensland (UQISA), Tonny W Poernomo, kepada ANTARA di Brisbane, Senin, mengatakan, tindakan aparat kepolisian yang menyerbu kampus Unas adalah pengulangan sejarah Orde Baru yang tidak sepatutnya lagi terjadi di saat bangsa ini baru saja memperingati 100 Tahun Kebangkitan Nasional dan 10 Tahun Reformasi. "Seharusnya pemerintah bertindak lebih arif dalam menindaklanjuti protes kenaikan harga BBM seperti mengajak mahasiswa berdiskusi dan mencari solusi atas kesulitan bangsa saat ini," katanya. Pandangan senada juga disampaikan Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia (PPIA) Cabang Australian Capital Territory (ACT), Ahmad Fauzie Nur. Nur mengatakan, pro-kontra di masyarakat akibat keputusan pemerintah menaikkan harga BBM sepatutnya sudah sejak jauh-jauh hari diantisipasi pemerintah dengan melakukan sosialisasi kebijakan secara intensif dan dalam bahasa yang dapat dipahami oleh lapisan masyarakat paling awam di Tanah Air. Kebijakan pemerintah tak populis Protes kalangan mahasiswa, termasuk yang terjadi di kampus Unas Jakarta, adalah sesuatu yang biasa dalam alam demokrasi terlebih lagi tidak selamanya kebijakan pemerintah bersifat populis. Dalam konteks ini, semua pihak harus mampu menahan diri dan senantiasa mengedepankan cara-cara damai, katanya. Kalangan mahasiswa pun, menurut Ahmad Fauzie Nur, sudah saatnya lebih mengedepankan protes mereka dengan "adu konsep", sedangkan pemerintah juga sudah saatnya pula bersikap terbuka dan menjauhkan diri dari "budaya anarkis". "Tinggalkan batu dan ambil pena. Mari kita (mahasiswa-red.) rumuskan konsep-konsep, sedangkan para menteri terkait pun sudah seharusnya melakukan `road show` ke berbagai pihak yang terkena dampak kebijakan pemerintah ini, termasuk kalangan kampus dan pelaku usaha," katanya. Dengan kehati-hatian pemerintah dalam menangani reaksi rakyat terhadap kebijakannya yang tidak populis ini, insiden kekerasan aparat keamanan seperti yang pernah terjadi pada sejumlah aktivis mahasiswa pro-demokrasi dan reformasi tahun 1998 lalu tidak terulang lagi, katanya. "Cukup peluru bersarang di Trisakti. Sebaliknya mahasiswa pun jangan merasa sah memperjuangkan (aspirasinya) dengan segala cara," katanya. Ada BLT kondisi masyarakat tetap lebih buruk Tentang keputusan pemerintah menaikkan harga BBM dan program bantuan langsung tunai (BLT) bagi rakyat miskin, mahasiswa pasca-sarjana Universitas Nasional Australia (ANU) itu mengatakan, apa yang dilakukan pemerintah sebenarnya adalah penyesuaian antara beban (pengeluaran) dan penerimaan negara. Hanya saja yang patut senantiasa diperhatikan pemerintah adalah "kondisi masyarakat yang sudah memprihatinkan" tidak menjadi lebih buruk, katanya. Kebijakan BLT sebagai solusi yang kini ada sepatutnya dilakukan dengan cara meningkatkan proses kontrol dan tidak lagi mengedepankan aspek konsumtif karena besar uang yang diterima rakyat miskin melalui BLT dengan kenaikan ongkos transportasi dan sembilan bahan pokok tidak selalu sebanding. "Artinya BLT ini sebenarnya hanyalah solusi temporer. Dan sepatutnya pemerintah memberi `kail` bukan lagi sekadar `ikan` (uang)," katanya. Menurut Ahmad Fauzie Nur, menyusul keputusan menaikkan BBM ini, pemerintah sepatutnya mengedepankan efisiensi dan meningkatkan mutu pelayanan kepada rakyat di sektor pendidikan dan kesehatan sehingga rakyat bisa diyakinkan bahwa mereka mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. "Kita nggak (tidak) alergi dengan pengurangan subsidi BBM asal subsidinya untuk sektor pendidikan dan kesehatan misalnya ditingkatkan. Pelayanan bagi rakyat pun semakin baik," katanya. Untuk bisa meyakinkan rakyat, pemerintah harus menyosialisasikan keputusannya itu dengan sebaik dan seluas mungkin ke masyarakat dalam bahasa yang mudah dipahami masyarakat, katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008