Kyoto (ANTARA News) - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X menyampaikan rasa terimaksihnya kepada warga Kyoto yang membantu rakyat Yogyakarta, terutama di saat-saat sulit akibat gempa bumi hebat yang melanda daerah tersebut pada 26 Mei 2006. "Kyoto telah membuktikan dirinya sebagai sahabat bagi Yogyakarta, kesetiakwanannya telah dibuktikan. Pada kesempatan inilah saya menyampaikan rasa terimaksih rakyat Yogyakarta kepada rakyat Kyoto," kata Sri Sultan dalam acara tatap muka dengan warga kota Kyoto yang digelar di Museum Bunka Kyoto, Rabu. Acara tersebut diadakan untuk memperingati proyek-prpyek bantuan yang telah diberikan pemerintah dan warga Kyoto saat terjadinya gempa bumi hebat di Yogyakarta. Tim medis dan sukarelawan, serta insinyur-insinyur Kyoto datang pada hari itu juga ke Yogyakarta untuk ikut meringankan penderitaan rakyat Yogyakarta. Bantuan yang diberikan Kyoto juga merupakan bantuan terbesar nomor dua, setelah bantuan dari pemerintah pusat Jepang. Dihadapan Wagub Kyoto, Norikazu Koishiara, tokoh masyarakat Kyoto dan warga lainnya yang berjumlah sekitar 200 orang, Sultan memaparkan berbagai kegiatan rekonstruksi dan rehabiltasi yang telah dicapai hingga saat ini. Dengan menggunakan layar monitor besar, Sultan memperlihatkan selama 253 hari sebanyak 144.034 rumah sudah diperbaiki, yang berarti sebanyak 570 rumah diperbaiki dalam satu hari. Fokus rekonstruksi kini ditujukan untuk pembangunan pusat rehabilitasi mental bagi korban gempa. Lebih jauh Sultan juga menyampaikan bahwa bencana gempa bumi yang menimpa Yogyakarta juga membawa hikmah tersendiri bagi warganya. Rakyat diuji apakah semangat gotong royong dan keramahtamahan rakyat Yogyakarta masih ada atau sudah hilang. "Diatas puing-puing bangunan dan tangisan warga, saya menyaksikan sendiri bahwa modal sosial itu masih ada. Semangat `saiyeg sakeko kapti`, yang berarti (beban) berat sama dipikul dan (beban) ringan sama dijinjing, betul-betul masih ada," kata Sultan. Sifat kebersamaan dan semangat mendahulukan kepentingan umum itu, katanya, terjadi di tengah situasi yang tidak normal. Modal sosial itu ternyata masih ada dan merupakan faktor dominan bagi ketahanan masyarakat Yogyakarta. Dalam sambutan selama satu jam itu, Sultan juga menekankan betapa kesetiakwanan warga Kyoto telah membantu mempercepat rekonstruksi daerah tersebut. Warga Kyoto ikut membersihkan puing-puing, menyediakan obat-obatan, dan membangun tenda-tenda darurat dengan cepat. Usai memberikan sambutan, acara dilanjutkan dengan pembukaan pameran kolaborasi kedua warga kota tersebut. Berbagai produk yang dipamerkan mulai dari tekstil, pameran foto hingga barang-barang kerajinan yang mendapat sentuhan teknologi dan disain tradisional dari Jepang, seperti, pakaian kimono bermotif batik hingga tenunan khas Kyoto yang bermotif batik. Tidak seremonial Sementara itu, dalam pertemuannya dengan Gubernur Kyoto, Keiji Yamada, Sri Sultan secara khusus membahas kegiatan kerjasama dari kedua provinsi di masa depan, sebagai upaya terus memperkuat status "Sister Province" yang telah memasuki tahun ke-23 pada tahun 2008. Kedua gubernur juga terlihat asyik berbincang-bincang mengenai berbagai kegiatan yang bisa semakin mengakrabkan kedua warga kota, termasuk upaya membantu rekonstruksi berbagai warisan budaya lainnya, seperti bangunan candi Prambanan yang mengalami kerusakan berat akibat gempa bumi. Konsul ekonomi Konjen RI Osaka, Ibnu Wahyutomo, pada kesempatan itu menekankan pentingnya peran propinsi kembar itu yang perlu semakin diperluas, sehingga tidak berhenti hanya pada hak-hal yang bersifat seremonial, tetapi bisa dirasakan manfaatnya secara langsung. "Persahabatan yang telah dibangun 23 tahun itu telah menjadi bukti ungkapan `friend in need is a friend indeed`. Kyoto memang telah menjadi sahabat Yogyakarta, dan Yogyakarta sahabat Kyoto," demikian Ibnu Wahyutomo.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008