Jakarta, (ANTARA News) - Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Effendi memrotes Peringkat Negara Hijau Dunia yang diberitakan oleh majalah "Newsweek" edisi 7-14 Juli, dan menyebut pemeringkatan oleh Universitas Yale Amerika Serikat itu sebagai hal yang minus sisi keadilan. Dalam pemeringkatan yang berdasarkan Indeks Kinerja Lingkungan ("Environmental Performance Index"/EPI) tersebut, Indonesia ditempatkan di posisi 102 dari total 149 negara yang dibuatkan rankingnya. "Posisi Indonesia ini bahkan jauh lebih buruk daripada Sri Lanka, yang ditempatkan pada urutan 50, dan Malaysia yang di posisi 26," kata Elfian Effendi kepada ANTARA, di Jakarta, Selasa. "Peringkat Indonesia tersebut didasarkan pada tingkat kerusakan hutan, namun uniknya hutan Indonesia, terutama di sepanjang perbatasan Indonesia-Malaysia di Pulau Kalimantan, merupakan ajang pembalakan liar para cukong kayu Malaysia," tambah dia. Lebih lanjut Elfian mengatakan, "Pengimpor kayu terbesar dunia adalah Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang. Mereka membeli kayu dari Malaysia dan Cina, padahal sudah menjadi rahasia umum sekarang ini hampir semua penyelundupan kayu Indonesia perginya ke Malaysia dan Cina". "Aneh buat saya bila negara-negara yang menikmati kayu hasil penggundulan hutan di Indonesia justru berada di peringkat negara-negara paling hijau di dunia," ujarnya. Elfian mempertanyakan mengapa beberapa negara Uni Eropa dan Kanada(peringkat 12) dinobatkan sebagai negara-negara paling hijau di dunia, padahal negara-negara maju inilah yang menjadi penyumbang emisi global ketiga terbesar di seluruh dunia. Dua negara Uni Eropa yang dimaksud oleh Elfian adalah Jerman (peringkat 13), dan Inggris (peringkat 14). Mengacu kepada Laporan FAO 2004-2007, Amerika Serikat adalah negara pengimpor terbesar produk-produk kayu dunia. Amerika menghabiskan 23,3 miliar dolar AS per tahun untuk membeli kayu yang kebanyakan didatangkan dari Cina. Sementara dalam jalur perdagangan kayu, Malaysia adalah pemasok kayu utama ke Cina, terutama untuk kayu bulat. "Lalu dari mana Malaysia mendapatkan kayu yang diekspor ke Cina itu, yang kemudian ikut dikonsumsi oleh Amerika Serikat, kalau bukan dari hasil penjarahan hutan di Indonesia," tanya Elfian. Setelah Amerika Serikat, maka Uni Eropa tercatat sebagai pengimpor kedua terbesar produk kayu dunia, volume impornya dalam setahun mencapai 13,2 miliar dolar. (*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008