Semarang (ANTARA News) - Tahapan Pemilu 2009 yang sudah mulai berjalan, seperti penetapan peserta pemilu, pengundian nomar urut, dan pelaksanaan kampanye tertutup, berpotensi menimbulkan kesemrawutan di lapangan. Penilaian itu disampaikan anggota Komisi A DPRD Jawa Tengah, A. Fikri Faqih, di Semarang, Senin, menanggapi tidak teraturnya kampanye partai politik di hari pertama dan kedua, 12-13 Juli 2008. "Regulasi yang ada saat ini tidak mampu mengantisipasi proses dan tahapan pemilu yang sudah berjalan sehingga aturan serta penyelenggaraanya seolah apa adanya saja," katanya. Ketua Fraksi PKS DPRD Jateng itu mencontohkan, sampai saat ini perangkat-perangkat dasar penyelenggaraan pemilu belum diselesaikan, seperti suksesi anggota KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, serta panwas. "Baik KPU maupun panwas adalah unsur utama penyelenggaraan pemilu, semuanya belum siap. Ini rawan menimbulkan penyimpangan dan akan membuka peluang terjadinya kekisruhan di kemudian hari," katanya. Menurut dia, bibit-bibit polemik itu sudah terlihat sejak penetapan partai peserta Pemilu 2009 dan pengaturan kampanye, terlihat banyaknya protes yang masuk ke KPU. Bahkan banyak kalangan yang berpendapat cacat hukum, padahal semuanya harus ada kepastian dan ketegasan, dan perlu disikapi bijaksana oleh semua pihak. Di Jawa Tengah, Fikri melihat peluang penyimpangan sangat besar karena masa kerja KPU provinsi serta kabupaten akan berakhir pada bulan September 2008, padahal saat ini mereka sudah mulai menyiapkan perangkat dan mekanisme Pemilu 2009. "Pergantian di tengah jalan akan berimplikasi dua hal secara teknis akan mengganggu dan secara politis rawan munculnya KPU yang tidak independen," katanya. Saat ini Fikri mengakui belum ada koordinasi teknis antara KPU, DPRD, pihak keamanan dengan partai politik tentang penyelenggaraan tahapan-tahapan pemilu. Sekarang ini masa kampanye sudah dimulai, namun parpol di tingkat provinsi belum mendapatkan pengarahan serta membuat kesepakatan-kesepakatan teknis sehingga wajar jika pemasangan atribut semrawut seperti sekarang, katanya. Kondisi tersebut, menurut dia, akan membuka kian lebar celah hukum mengenai keabsahan penyelenggaraan pemilu serta rawan menimbulkan konflik horisontal di lapangan. "Jangan sampai pesta demokrasi yang mahal harganya ini nanti menimbulkan polemik yang berkepanjangan seperti beberapa pilkada yang ada," katanya. Fikri mengharapkan segera dilakukan koordinasi secara teknis dalam penyelenggeraan tingkat provinsi. Selain itu DPRD maupun KPU provinsi harus berani mengusulkan "rescheduling" tahapan pemilu kepada pemerintah pusat. "Langkah ini bukan untuk mengacaukan tahapan yang sudah ada, tetapi mumpung tahapan baru berjalan sebagian," saran Fikri.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008