Bengkulu (ANTARA News) - Masyarakat Desa Penago Baru dan Rawa Indah, Kecamatan Ilir Talo, Kabupaten Seluma, menuntut agar penambangan pasir besi yang dilakukan PT Famiaterdio Nagara (FN) segera dihentikan dan meminta SK Bupati Seluma nomor 35 tahun 2005 segera dicabut. Tokoh masyarakat Desa Penago Baru dan Rawa Indah, Salikin dan Sailun, Senin menjelaskan, tuntutan ini disampaikan warga melalui surat tertulis yang ditujukan ke Gubernur Bengkulu, Ketua Komisi II DPRD Provinsi Bengkulu, Kapolda Bengkulu, Kepala BKSDA Bengkulu, Bupati Seluma, dan Ketua DPRD Kabupaten Seluma. Surat masyarakat ini disertai dengan tanda tangan 300 masyarakat yang menolak perusahaan yang menambang di bibir pantai tersebut. "Ini baru 300 tandatangan dan menyusul tandatangan masyarakat Desa Rawa Indah," ungkap Salikin. Dalam surat yang ditandatangani Kepala Desa Penago Baru Masrutun dan Ketua BPD Suhirman serta lima tokoh masyarakat dan tokoh adat desa itu disebutkan akibat penambangan yang dilakukan PT FN telah terjadi abrasi pantai yang meresahkan masyarakat di dua desa tersebut. "Processing" yang didirikan di Muara Sungai Tapak Batang telah membendung sungai dan mengakibatkan meluapnya air sungai sehingga menggenangi perkebunan warga. Perusahaan juga menimbun tiga jembatan kecil di jalan raya yang menghubungkan Desa Penago dan Rawa Indah sehingga saat musim hujan air tergenang dan jalan jadi rusak parah," tambah Sailun. Selain itu, muatan truk pengangkut pasir besi yang melebihi kapasitas membuat jalan dan jembatan menjadi rusak dan sangat merugikan masyarakat. Meski saat ini tidak ada aktivitas perusahaan di lokasi tambang masyarakat tetap meminta agar izin perusahaan tersebut dicabut. "Memang dalam seminggu ini sudah berhenti tapi kemarin ada lagi alat baru yang masuk, mungkin ada mesin yang rusak," terang Sailun. PT FN mendapat izin Kuasa Pertambangan (KP) dari Bupati Seluma Murman Efendi selama 10 tahun. Setelah melakukan aktivitas, pihak BKSDA mengklaim bahwa lokasi Konsesi Wilayah (KW) memasuki kawasan Cagar Alam Pasar Talo register 94 seluas tiga Ha. Namun di meja hijau kasus tersebut dimenangkan perusahaan dan saat ini dalam proses kasasi. Di lapangan perusahaan tetap beroperasi meski belum ada putusan kasasi dari Mahkamah Agung.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008