Jakarta, (ANTARA News) - Sejumlah petinggi DPP Partai Golkar, di antaranya Surya Paloh, Theo L Sambuaga dan Rully Chairul Azwar menyambut baik keputusan Rapat Pleno Dewan Pimpinan Pusat (DPP)Partai Golkar yang menyepakati penerapan suara terbanyak dalam penetapan calon legislatif terpilih. Ketua Dewan Penasihat DPP Partai Golkar, Surya Paloh kepada pers, Senin, menilai, keputusan rapat pleno yang dipimpin langsung Ketua Umum DPP Partai Golkar, HM Jusuf Kalla, ini sangat strategis sifatnya, terutama dalam mengatrol peningkatan perolehan suara partai pemenang Pemilihan Umum (Pemilu) 2004 tersebut. Rapat yang berlangsung Senin malam mulai sekitar pukul 19.30 WIB di kantor DPP Golkar Jakarta itu diihadiri juga Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar, Agung Laksono, dan sejumlah petinggi Golkar lainnya. Sementara itu, salah satu Ketua DPP Partai Golkar, Theo Sambuaga berpendapat, penerapan suara terbanyak dalam penetapan calon legislatif (Caleg) terpilih oleh partainya, memberikan dorongan dan motivasi penuh kepada para Caleg untuk merebut simpati rakyat. "Dan itu berarti sekaligus memperkuat roda kerja mesin organisasi," tandasnya. Sedangkan Wakil Sekjen DPP Partai Golkar, Rully Chairul Azwar mengatakan, keputusan tersebut tercapai setelah melalui perdebatan alot. "Bagi saya, keputusan suara terbanyak tersebut lebih adil karena menghargai jerih payah caleg. Dengan sistem ini, hanya caleg yang rajin turun ke bawah yang akan terpilih," ujarnya. Keputusan rapat pleno itu sendiri dianggap sementara pihak sebagai sebuah kejutan. Karena, Partai Golkar termasuk yang menolak penerapan suara terbanyak ketika berlangsungnya pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) Pemilu yang lalu. Ketika itu, Fraksi Partai Golkar (FPG) `ngotot` menggunakan mekanisme nomor urut, dengan alasan harus memberikan kewenangan kepada partai politik (Parpol) untuk menentukannya. Dengan adanya keputusan ini, membuat sejumlah kader potensial (yang terancam tergusur di nomor buncit), bergairah kembali. Bisa saja ancaman mereka akan hengkang ke Parpol lain jika tidak menggunakan sistem suara terbanyak, tidak lagi berlanjut. (*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008