Pontianak (ANTARA News) - Koordinator Isu Komunikasi Hutan dari World Wide Fund for Nature (WWF) Kalimantan Barat, Haryono mengatakan, saat ini sekitar 3.000 orangutan tersebar di hutan Taman Nasional Gunung Palung (TNGP), hutan produksi di Kabupaten Ketapang dan Taman Nasional Betung Karihun di Kabupaten Kapuas Hulu. "Data tersebut kami peroleh hasil penelitian tahun 2005 lalu, yang terdiri sebanyak dua ribu ekor di TNGP, 500-600 ekor di hutan produksi sekitar Gunung Palung, dan sekitar 600 ekor di TNBK," kata Haryono, di Pontianak, Rabu. Ia mengatakan, penghitungan tersebut berdasarkan sarang, karena seekor orangutan per harinya membuat paling tidak satu sarang yang dipergunakan untuk mereka tidur ketika malam hari. "Sarang yang dihitung tidak sembarang, tetapi dilihat dari usia sarang tersebut sehingga tidak semua sarang dihitung," ujarnya. Haryono menambahkan, saat ini populasi orangutan semakin terjepit seiring semakin maraknya perluasan kebun sawit, kebakaran hutan dan perburuan manusia. "Kita berharap masyarakat tidak lagi melihat orangutan sebagai satwa yang layak untuk dikonsumsi, melainkan layak dilindungi karena termasuk satwa liar yang dilindungi," ujarnya. Dari data Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar,dan TNGP Ketapang tahun 2007, ada beberapa satwa yang dilindungi yang diserahkan secara sukarela oleh masyarakat, di antaranya orangutan 32 ekor, kelempiau 10 ekor, burung elang 3 ekor, burung enggang 3 ekor, musang 1 ekor, dan bekantan 3 ekor. Haryono mengatakan, dengan luas TNGP yang mencapai sekitar 95.000 hektare memang memerlukan berbagai pihak untuk menjaganya, dan bukan hanya tugas BKSDA dan TNGP serta instansi terkait saja, melainkan tugas bersama dalam menjaga kelestarian satwa-satwa yang dilindungi termasuk orangutan. Sebelumnya, Kepala BKSDA Kalbar, Maraden Purba mengatakan, pihaknya tidak segan-segan untuk menindak, bagi masyarakat yang melakukan perdagangan hewan langka, maka akan diambil tindakan refresif. Apabila masyarakat menangkap dan memelihara atau memperjualbelikan satwa-satwa yang dilindungi dikenakan sanksi sesuai Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem dengan ancaman lima tahun penjara dan denda Rp100 juta. Saat ini, BKSDA Kalbar menjalin kesepakatan dengan TNGP Kabupaten Ketapang, untuk melindungi satwa-satwa langka yang dilindungi. Ia mengatakan, pihaknya telah melakukan kerjasama tersebut sejak 2002, perlindungan saat ini masih menekankan tindakan persuasif agar menimbulkan kesadaran bagi masyarakat untuk menyerahkan ataupun melindungi satwa-satwa langka yang berada di kawasan TNGP.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008