Manila (ANTARA News) - Pasukan Filipina akan terus memerangi gerilyawan Muslim di kawasan selatan negara itu, namun para komandan akan melakukan "penyesuaian taktik" untuk menghormati Ramadhan, bulan suci Islam, kata seorang pejabat, Minggu. Tentara Filipina dalam operasi sepekan terakhir telah mengambil alih lebih dari selusin kamp yang dikontrol para pemimpin Front Pembebasan Islam Moro (MILF) Umbra Kato dan Abdurahman Macapaar yang juga dikenal sebagai Komandan Bravo, di pulau Mindanao, bagian selatan Thailand. Kedua komandan itu memimpin serangan mematikan terhadap kota-kota Kristen di Mindanao pada awal Agustus yang memicu serangan balasan hebat dari pasukan pemerintah. Pertempuran itu telah menewaskan lebih dari 100 gerilyawan dan lebih dari 40 tentara dan warga sipil, serta memaksa 280.000 orang lari meninggalkan rumah-rumah mereka. "Operasi kami untuk melawan mereka akan terus berlangsung kendati di bulan Ramadan," kata jurubicara angkatan darat Letnan Kolonel Ernesto Torres kepada radio Manila. "Tak ada instruksi agar kami menghentikan serangan terhadap kelompok Bravo dan Kato. Kami tak akan menunda pelaksanaan hukum," katanya. Ia mengatakan para pemimpin gerilyawan telah memilah pasukan mereka menjadi kelompok-kelompok lebih kecil dan beroperasi di pedalaman. Kato and Bravo adalah anggota senior MILF garis keras. Mereka melancarkan serangan setelah pada 4 Agustus Mahkamah Agung Filipina membatalkan perjanjian yang memberi hak MILF untuk mengontrol kawasan otonomi Muslim. Torres mengatakan para komandan lapangan telah diperintahkan untuk membuat beberapa penyesuaian taktik, antara lain membantu Muslim di kamp-kamp evakuasi yang ingin pergi ke masjid dan ke tempat-tempat ibadah. Para komandan lapangan juga akan menggunakan pasukan khusus untuk menghadapi serangan MILF dan melancarkan serangan artileri atau serangan udara terhadap posisi-posisi gerilyawan. "Kami akan memperluas dukungan penting agar mereka dapat melaksanakan ibadah selama Ramadan ini," kata Torres merujuk masyarakat sipil Muslim. MILF telah melancarkan gerilya mematikan sejak 1978 untuk kemerdekaan negara Islam di Mindanao. Kelompok itu telah menandatangani gencatan senjata dengan pemerintah pada 2003 yang meratakan jalan bagi perundingan, namun kini berubah menempuh lagi aksi kekerasan. (*)

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008