"Kami paham bahwa pengusaha perlu kepastian regulasi dari Pemerintah
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menggelar pertemuan dengan pengusaha industri tekstil dan produk tekstil yang tergabung dalam Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), di Jakarta, Rabu.

Pertemuan itu dilakukan untuk menyerap aspirasi industri tekstil dan produk tekstil, terkait pengembangan dan pemecahan masalah yang dihadapi industri tersebut.

"Hari ini kita berkumpul untuk menindaklanjuti pertemuan kita dengan Bapak Presiden pada 21 November 2019 lalu, di mana ada tiga poin penting yang diperintahkan langsung oleh Bapak Presiden untuk menindaklanjuti, yaitu persoalan bahan baku hulu, terutama untuk di Kalimantan dan di Jawa, di mana harga kita kurang kompetitif, karena kita diserbu dengan produk dari luar negeri,"  kata Bahlil Lahadalia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.

Kedua, lanjut dia, terkait kehadiran pemerintah dalam rangka peremajaan mesin dan investasi dan ketiga, bagaimana agar pasar tekstil dan produk tekstil di dalam negeri jangan dulu dibuka secara terbuka, sehingga tidak mendapatkan penetrasi pasar dari luar.

Baca juga: Presiden terima asosiasi pertekstilan bahas peningkatan ekspor

Dalam pertemuan tersebut, disimpulkan bahwa persoalan inti yang dihadapi industri tekstil di Indonesia adalah tingginya harga bahan baku industri hilir, harga energi yang mahal, dan sistem proteksi pasar yang kurang berpihak pada pelaku usaha dalam negeri, baik investor asing maupun domestik.

Bahlil berjanji akan mencarikan solusi agar harga tekstil domestik tidak jauh beda dengan negara lain yang melakukan impor ke Indonesia, sehingga dapat meningkatkan daya saing industri di pasar global. Ia juga meminta asosiasi untuk memetakan isu strategis terkait pengembangan industri tekstil dan alternatif solusinya.

"Kami paham bahwa pengusaha perlu kepastian regulasi dari Pemerintah. Bagaimana kita membuat suatu regulasi yang berpihak pada pengusaha, tapi tidak merugikan negara," ucapnya.

Pemerintah memperkirakan dibutuhkan anggaran sebesar Rp175 triliun untuk revitalisasi industri tekstil dari hulu ke hilir dalam waktu tujuh tahun, untuk meningkatkan devisa menjadi 49 miliar dolar AS per tahun pada 2030, dengan net devisa sebesar 30 miliar dolar AS per tahun.

"Saat ini net devisa kita 3,2 miliar dolar AS per tahun. Jadi kita harus menaikkan 10 kali lipat net devisa selama 12 tahun. Kita akan fokus pada bagaimana dapat meningkatkan daya saing di Indonesia dan di dunia," kata Wakil Ketua Umum API Anne Patricia Sutanto.

Baca juga: Indef: Kebijakan penyelamatan industri tekstil harus komprehensif
 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019