Jakarta (ANTARA News) - Serikat Pekerja PT Perusahaan Listrik Negara (SP-PLN) tetap menolak menjadi peserta PT Jamsostek dan bertekad mengelola program asuransi jaminan sosial tenaga kerja mereka sendiri. Ketua SP PLN, Ahmad Daryoko di Jakarta, Kamis, merujuk pada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan hak monopoli atas PT Jamsostek, PT Taspen, dan Asabri dalam pengelolaan asuransi jaminan sosial ketenagakerjaan dalam UU No 3/1992. "Atas dasar itu SP PLN tetap menolak keikutsertaan ke Jamsostek dan sangat menyesalkan Menakertrans yang tidak mengetahui aturan tersebut," tegas Ahmad. Menurutnya, dengan putusan MK tersebut setiap pekerja berhak memilih atau mengelola jaminan sosial ketenagakerjaannya. Selain itu, hak pengelolaan jaminan tersebut telah diatur dalam PP No 33/1977 dan PP No 14/1993. Meski diakui Daryoko menjadi kewajiban perusahaan untuk memasukkan para pekerjanya dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan. Namun, tegas dia, tak ada kewajiban bagi perusahaan untuk memilih PT Jamsostek sebagai pengelola jaminan sosial ketenagakerjaan bagi para pekerjanya itu. Sebaliknya, Daryoko menyatakan tak ada hak bagi PT Jamsostek atau Menteri Tenaga Kerja untuk menekan atau memberiperingatan kepada perusahaan dan pekerja yang menolak menjadi peserta PT Jamsostek. Ditambahkannya, cara-cara penekanan yang dilakukan Menakertrans atau PT Jamsostek atas perusahaan dan pekerja yang menolak menjadi peserta PT Jamsostek dinilai sebagai cara-cara orde baru. "Saya sesalkan jika meluncur pernyataan dari Menakertrans atau pejabat PT Jamsostek yang menekan perusahaan tertentu untuk menjadi peserta PT Jamsostek," ucapnya. Daryoko menegaskan pekerja PLN yang tergabung dalam SP PLN telah ikut program jaminan sosial ketenagakerjaan yang dikelola sendiri secara profesional. Jaminan sosial yang ditawarkan kepada para PLN adalah yang sesuai peraturan, seperti Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang seluruhnya tergabung dalam biaya kepegawaian. Biaya kepegawaian PT PLN untuk program jaminan sosial ketenagakerjan masih lebih sedikit 5% dari biaya operasional. Sementara di luar negeri seperti negara-negara maju, biaya kepegawaian bisa mencapai 10%. "Karena itu, dari sisi hukum tidak ada yang dilanggar, dan tidak keluar dari kepatutan," tambahnya. Sebelumnya, Menakertrans Erman Suparno menyesalkan penolakan SP PLN menjadi peserta PT Jamsostek. Dan menyatakan telah mengirim surat ke Menneg BUMN untuk dimintai tanggapannya atas penolakan para pekerja PT PLN tersebut.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008