Jakarta (ANTARA News) - Penurunan permintaan negara-negara maju hingga akhir 2008 dan penurunan harga komoditi ekspor andalan Indonesia membuat kalangan eksportir mengaku pesimistis target pertumbuhan ekspor 2008 yang dipatok 12,5 persen bakal tercapai. "Saat ini kondisinya berat untuk mencapai pertumbuhan ekspor sebesar 12,5 persen itu. Pertumbuhan ekspor yang normal pada 2008 hanya sekitar 6-10 persen," kata Sekjen Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia (GPEI) Toto Dirgantoro di Jakarta, Senin. Menurut dia, pengusaha sebelumnya telah mengambil langkah antisipasi dengan mengalihkan ekspor ke negara-negara yang potensial seperti Afrika, Timur Tengah dan Eropa Timur. Namun, produk Indonesia juga mengalami persaingan ketat dari negara-negara pesaing yang juga mencari pasar baru selain Amerika Serikat (AS), Eropa Barat dan Jepang. "Sebenarnya pasar di Afrika, Timur Tengah dan Eropa Timur cukup menjanjikan. Tapi, di pasar non tradisional tersebut, Indonesia sulit bersaing karena produk dari negara pesaing lebih kompetitif," ujarnya. Toto menambahkan masalah logistik dan distribusi serta ekonomi biaya tinggi juga memperlemah daya saing produk Indonesia di pasar global. "Siapa yang menguasai logistik di negara emerging market itu, mereka lah yang menang. Sementara Indonesia tidak memiliki logistik yang memadai ke sana," tambahnya. Menurut Toto, sampai saat ini porsi ekspor ke negara tujuan ekspor tradisional masih mendominasi meskipun terjadi penurunan permintaan. Ia mencontohkan adanya penurunan ekspor furnitur Indonesia ke AS sekitar 40-60 persen selama kuartal ke VI 2008.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008