Jakarta (ANTARA News) - Mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Depkumham Romli Atmasasmita, Senin ditahan Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus dugaan korupsi sisminbakum yang merugikan keuangan negara Rp400 miliar.
Romli Atmasasmita ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejagung, setelah diperiksa dari pukul 10.00 WIB sampai 16.00 WIB. "Saya sudah ditahan, saya tidak menerima penahanan ini," kata Romli Atmasasmita.
Kasus itu bermula sejak tahun 2001 sampai sekarang, Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) di Ditjen AHU, telah diberlakukan dan dapat diakses melalui website www.sisminbakum.com.
Dalam website itu telah ditetapkan biaya akses fee dan biaya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Biaya akses fee itu dikenakan untuk pelayanan jasa pemerintah berupa pemesanan nama perusahaan, pendirian dan perubahan badan hukum dan sebagainya.
Namun biaya akses fee itu tidak masuk ke rekening kas negara melainkan masuk ke rekening PT SRD dan dana tersebut dimanfaatkan oleh oknum pejabat Depkumham.
Permohonan per hari melalui sisminbakum yang dilakukan notaris seluruh Indonesia kurang lebih 200 permohonan dengan biaya minimal Rp1.350.000 dengan pemasukan per bulan sebelum 2007 di bawah sekitar Rp5 miliar dan setelah 2007 sekitar Rp9 miliar. (*)
Ada pelajaran berharga yang dpt kita petik dari penahanan prof. Romli atmasasmita sang \'pakar hukum\' ini. Salah satunya adalah pelajaran dimana para penegak hukum harus menjalankan amanahnya dengan penuh tanggung jawab dan adil. Munculnya polemik penahanan romli di kalangan aktivis anti korupsi justru semakin memperkuat adanya indikasi ketidakseriusan para aktivis korupsi. Dengan mengatakan romli adalah korban dan keterlibatannya hanya sebatas melaksanakan tugas dari menteri, adalah sebuah bukti bahwa adanya ketidakadilan, diskriminatif penanganan korupsi dan cara berpikir terbalik para aktivis korupsi pendukung romli. Bukankah seharusnya kita berharap dengan adanya kasus sisminbakum ini, beliaulah (prof. Romli) yang memberantas unsur koruptif dalam proyek ini. Sebagai pakar hukum anti korupsi, beliau memang punya jasa yang besar untuk negeri ini. Akan tetapi sebagai pakar hukum dan dirjen AHU yang terlibat langsung dengan proyek sisminbakum, mengapa beliau tidak bisa mengindikasi unsur koruptif yang ada didalamnya? Bukankah dia seorang pakar? Mengapa beliau tidak segera mengambil langkah yang tepat untuk menghentikan tindak korupsi disana? Dan kenapa ketidakwajaran proyek sisminbakum terus dibiarkan hingga menelorkan tindak korupsi? Apakah dengan dalih hanya melaksanakan perintah menteri,kemudian tindak korupsi itu dibiarkan saja? Sebagai pakar anti korupsi, mengapa sensor deteksi unsur unsur koruptifnya tidak tajam? Bukankah jelas sekali ketidakwajaran dalam proyek ini? Hal ini bisa kita lihat dalam penunjukkan rekanan swasta, pengelolaan dan distribusi acces fee,serta payung hukum yang kuat dalam pengelolaannya. Mari dukung terus upaya kejaksaan mengusut kasus ini,buktikan bahwa hukum tidak bisa dipermainkan! Para aktor dalam kasus ini adalah para pakar hukum,namun jangan sampai kelihaian mereka dalam mengutak atik UU dan peraturan justru melegalkan tindak korupsi. Untuk selanjutnya ditingkat pengadilan,tegakkanlah hukum tanpa memandang figuritas siap itu prof.romli dan tersangka ahli hukum lainnya!