Jakarta (ANTARA) - Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, menegaskan Rancangan Undang-Undang (RUU) / Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dalam pengembangan investasi harus memberikan perlindungan kuat bagi pekerja atau buruh.

"Di dada kami ada buruh. Kita fokus pada penciptaan lapangan pekerjaan dan peningkatan pelindungan serta kesejahteraan pekerja dalam omnibus law," kata Menaker Ida di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Jumat dalam keterangan tertulis.

Menaker Ida Fauziyah membuka ruang dialog dengan berdiskusi perwakilan serikat buruh mengenai Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Dalam kesempatan ini presidium serikat pekerja/serikat (SP/SB) yang terdiri dari perwakilan beberapa konfederasi SP/SB.

Menaker menjelaskan, salah satu isi pembahasan omnibus law adalah pekerja dengan hubungan kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak, dipastikan mendapatkan hak dan pelindungan yang sama dengan pekerja tetap atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).

Baca juga: Keberadaan Blok Cepu diharapkan serap tenaga kerja lokal

Hak tersebut antara lain hak atas upah, jaminan sosial, pelindungan keselamatan dan kesehatan kerja, dan hak atas pengakhiran atau putusnya hubungan kerja. "Jadi tidak benar, habis kontrak tidak ada kompensasi bagi pekerja," kata Ida.

Menaker juga memastikan, pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tetap mendapatkan kompensasi PHK sesuai ketentuan. "Selain menerima kompensasi PHK, pekerja ter-PHK mendapat pelindungan jaminan sosial berupa Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)," jelas Menaker.

Selain itu, Menaker menyebut bahwa sistem Upah Minimun (UM) tetap ada dalam omnibus law. Dimana UM hanya berlaku untuk pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun. Perusahaan juga diwajibkan menerapkan Struktur dan Skala Upah untuk pekerja dengan masa kerja di atas 1 tahun.

Baca juga: Airlangga : Omnibus Law akan sederhanakan brokrasi tenaga kerja asing

Adapun, besaran upah di atas UM disepakati antara pekerja dan pengusaha."UM tetap ada sebagai jaring pengaman dan tidak dapat ditangguhkan," terang Menaker.

Menaker menambahkan, omnibus law juga akan membuat waktu kerja menjadi lebih fleksibel, dimana pekerja dan pengusaha diberikan keleluasaan dalam menyepakati waktu kerja. Hal ini untuk memfasilitasi jenis pekerjaan tertentu yang sistem waktu kerjanya di bawah 8 jam per hari atau 40 jam per minggu.

"Ini untuk jenis pekerjaan tertentu. Bagaimana dengan pekerjaan yang ingin 8 jam per hari atau 40 jam per minggu? Tetap ada, hanya kami memfasilitasi fleksibilitas jam kerja," paparnya.

Omnibus law juga mengatur tentang penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA), yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil dan profesional pada bidang tertentu yang belum dapat diisi oleh Tenaga Kerja Indonesia (TKI), mempercepat proses pembangunan nasional dengan jalan alih teknologi dan keahlian dari TKA ke TKI, dan memperluas kesempatan kerja bagi TKI.

Penggunaan TKA tetap dibatasi hanya untuk jenis pekerjaan tertentu yang tidak dapat dilakukan oleh pekerja di dalam negeri. Pemerintah mengendalikan penggunaan TKA dengan memperhatikan jenis pekerjaan, jabatan, syarat kompetensi jabatan dalam hubungan kerja dan waktu tertentu dengan mempertimbangkan kondisi pasar kerja dalam negeri.

Terkait isu yang beredar soal SP/SB tidak dilibatkan dalam dialog perumusan omnius law ini dan hanya dari pengusaha saja yang dilibatkan, Menaker Ida menegaskan hal itu mutlak tidak benar.

"Tentu kita mendengarkan masukan dari unsur Tripartit Nasional yang terdiri dari unsur pekerja, pengusaha dan pemerintah,"kata Menaker Ida.

Ida menambahkan soal penguatan pelindungan sosial, nantinya dalam omnibus law ini kami akan merevisi soal SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) dan UU BPJS, yang nantinya akan diperbaharui guna menguatkan pelindungan sosial bagi tenaga kerja.

Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020