Beijing (ANTARA News) - Hubungan Indonesia dengan Mongolia sekalipun telah berjalan cukup lama ternyata sampai kini belum tergali mendalam sekalipun sejumlah pejabat tinggi negara dari kedua negara telah saling mengunjungi. Sebagai negara yang tidak memiliki pantai (land lock) Mongolia yang beribukota Ulanbator memang masih menjadi negara yang belum menjadi tujuan hubungan ekonomi utama bagi Indonesia, meskipun sejumlah upaya telah dan akan terus dilakukan. Satu hal yang perlu dicatat adalah sejak akhir 2007, negara tersebut sudah tidak lagi berada di bawah akreditasi KBRI Moskow tapi berpindah di bawah akreditasi KBRI Beijing, sehingga sejak saat ini Dutabesar RI untuk China merangkap Mongolia. "Perpindahan tersebut semata-mata karena letak geografis Ulanbator yang lebih berdekatan dengan Beijing dibanding dengan Moskow," kata Dutabesar RI untuk China merangkap Mongolia Sudrajat. KBRI Beijing pun mulai saat itu juga tidak lagi harus memusatkan perhatian peningkatan bilateral Indonesia-China tapi juga harus memikirkan upaya peningkatan bilateral Indonesia-Mongolia yang saat ini masih belum tergali lebih mendalam. "Kami sedang menjajajki kemungkinan melakukan sejumlah kerjasama berbagai bidang dengan Mongolia mengingat hubungan bilateral dengan Indonesia selama ini masih belum terlalu optimal," kata Dubes RI untuk China dan Mongolia Sudrajat usai melakukan kunjungan kerja ke Mongolia 18-21 November 2008. Menurut Dubes Sudrajat, Indonesia akan melakukan kerjasama bilateral dengan Mongolia untuk sejumlah bidang seperti energi, pendidikan dan perdagangan, serta sosial budaya. "Kita juga melakukan pertemuan dengan kamar dagang dan industri Mongolia untuk menjajaki upaya kerjasama bidang ekonomi dan perdagangan kedua negara," katanya. Ia mengatakan potensi Mongolia untuk dijadikan mitra dengan Indonesia di berbagai bidang sebetulnya masih sangat terbuka dan luas, untuk itu perlu dilakukan penjajajakan dan pembicaraan lebih intensif untuk segera bisa direalisasikan bersama atas dasar saling menguntungkan kedua belah pihak. Sudrajat menilai kemungkinan realisasi kerjasama berbagai bidang antara Indonesia dengan Mongolia akan sangat terbuka mengingat semangat kebersamaan menjadi landasan kedua negara untuk bisa merealisasikan. Dirinya juga berharap apabila realisasi kerjasama, khususnya bidang ekonomi dan perdagangan, bisa terwujud maka diharapkan akan membuka akses baru bagi peningkatan hubungan dengan Indonesia. "Langkah ini juga merupakan upaya kita untuk diversifikasi pasar ekspor bagi berbagai produk Indonesia khususnya ke negara-negara di wilayah Asia," katanya. Kepala Fungsi Sosial BUdaya KBRI Beijing yang turut mengunjungi Mongolia mengatakan, pemerintah Mongolia menyatakan keinginannya melakukan kerjasama bidang pertambangan, khususnya batu bara, dengan Indonesia yang dinilai sudah memiliki pengalaman luas bidang tersebut. "Kerjasama pertambangan merupakan salah satu topik yang dibahas dan dibicarakan dalam kunjungan delegasi Indonesia ke negara itu," kata Rosmalawati. Menurutnya, batu bara selama ini memang menjadi salah satu andalan perolehan devisa negara tersebut, sehingga potensi yang dimiliki selama ini dan belum tergarap optimal ingin dikembangkan. Untuk itu, katanya, mereka sangat menginginkan melakukan kerjasama antara lain berupa alih teknologi dan pertukaran informasi dengan Indonesia soal pertambangan. Dalam kunjungan ke Mongolia tersebut, ia juga mengungkapkan beberapa bidang yang kemungkinan bisa dikerjasamakan antara kedua negara, seperti perdagangan, investasi, sosial, budaya hingga pariwisata. Sebagai negara yang saat ini sedang berupaya untuk membuka cakrawala yang lebih luas, kata Rosmalawati, Mongolia saat ini memang sedang giat mencari mitra dengan negara-negara lain, termasuk dari kawasan Asia Tenggara seperti dengan Indonesia. "Selama ini hubungan dan kerjasama antara kedua negara memang belum terlalu banyak dilakukan dan saatnya inilah peningkatan kerjasama dilakukan," katanya. Mengenai bidang pariwisata diperoleh informasi setiap tahunnya terdapat 2.000 wisatawan Mongolia yang melakukan perjalanan ke luar negeri dan tujuan utamanya terbesar masih ke Amerika Serikat, Eropa, Hong Kong, serta beberapa negara di ASEAN seperti Singapura dan Thailand. Potensi pariwisata Indonesia, diakuinya, selama ini memang belum banyak diketahui oleh wisatawan Mongolia sehingga tidak menjadi tujuan utama wisatawan negara Asia Tengah itu. Ia menambahkan bahwa total wisatawan Mongolia yang melakukan perjalanan wisata ke luar negeri setiap tahunnya memang tidak banyak, hanya 2.000 orang, karena memang jumlah penduduk negara itu hanya sekitar 2,9 juta jiwa. "Dalam kunjungan ke Mongolia, kami juga sudah memperkenalkan Indonesia sebagai potensi pariwisata terkenal di kawasan ASEAN yang tidak kalah dengan negara tetangga lainnya," katanya. Memang diakui belum tersedinya jalur penerbangan langsung Mongolia ke Indonesia kemungkinan masih menjadi salah satu kendala belum berkembangnya sektor pariwisata kedua negara. Hubungan politik Khusus untuk hubungan bilateral politik kedua negara, selama ini selama ini telah berjalan baik dan akan ditingkatkan di masa mendatang untuk berbagai bidang. "Hubungan politik kedua negara telah berjalan baik dan bahkan Presiden (saat itu) Megawati Soekarnoputri tahun 2003 melakukan kunjungan ke Mongolia," kata Kepala Fungsi Politik KBRI Beijing Gudadi B. Sasongko. Menurutnya, kunjungan kerja delegasi Indonesia tersebut juga merupakan upaya pemerintah Indonesia untuk meningkatkan hubungan bilateral berbagai bidang, mengingat saat ini Mongolia sedang berupaya meningkatkan hubungan dengan berbagai negara di dunia. Dikatakan, pemerintah Mongolia saat ini, khususnya tahun 1990-an, sedang menata ulang hubungan luar negerinya yang pada tahun sebelum itu masih bergantung kepada Rusia (saat itu Uni Soviet) dan China. "Saat ini pemerintah Mongolia sedang giat-giatnya berupaya mencari sebanyak-banyaknya mitra atau negara untuk meningkatkan dan memperluas kerjasama luar negerinya," katanya. Negara itu, katanya, tampaknya juga sedang "melepaskan bayang-bayang" dari ketergantungan dari Rusia dan China dan berupaya untuk bisa lebih hidup mandiri dan bisa berkembang dengan kemampuan dan potensinya sendiri Keinginan Mongolia untuk mempererat hubungan bilateral dengan Indonesia terlihat dengan adanya rencana kunjungan kenegaraan Presiden Mongolia Nambaryn Enkhbayar ke Jakarta pada Desember 2008 atau awal 2009. "Mengenai kepastian kunjungan kenegaraan Presiden Mongolia ke Jakarta masih diatur waktunya. Tapi yang pasti presiden Mongolia ingin melakukan kunjungan ke Indonesia," kata Sasongko. Ia mengatakan apabila kunjungan Presiden Mongolia dapat terealisasi diharapkan hubungan bilateral kedua negara akan semakin bisa meningkat di berbagai bidang, tidak saja politik tapi juga bidang lain. Menurut catatan, selama ini Indonesia dan Mongolia telah membuat berbagai kesepakatan dan perjanjian, antara lain tahun 1994 perjanjian kerja sama untuk ekonomi dan teknik, MoU untuk penghindaran pajak berganda dan efisiensi fiskal (1996), deklarasi bersama untuk prinsip-prinsip kerja sama RI dan Mongolia (1999), MoU untuk promosi dan perlindungan investasi (1999), MoU untuk peningkatan hubungan diplomatik (2002), MoU untuk pengawasan dan karantina hewan (2002), serta MoU untuk karantina tanaman (2002). Republik Mongolia terletak di kawasan pegunungan dan padang rumput serta padang pasir yang bersebelahan dengan Rusia di utara serta China di selatan. Kawasan Mongolia didiami sejak sekitar 5000 tahun sebelum Masehi. Hingga abad 12 Sebelum Masehi daerah ini secara bergantian didiami oleh suku Hunnu, Jujan, Turic, Wigur dan Kidan. Sejarah menyebutkan, pada tahun 1206 suku-suku bangsa pengembara di kawasan ini berhasil dipersatukan oleh Chinggis Khan atau Zengis Khan di bawah kekuasaannya yang meliputi dataran tinggi Asia Tengah, China Utara, Ukraina, Rusia dan sebagian Iran. Puncak kejayaan Mongolia tercapai pada masa cucu Zengis Khan, yakni Khubilai Khan 1216-1294, bahkan hingga kekaisaran Cina yang dipimpin Dinasti Yuan. Mongolia mengalami kemunduran setelah Khubilai Khan wafat dan berkecamuk perang saudara pada masa dinasti Qing. Pada tahun 1917 muncul pengaruh dari Rusia dan pada 26 November 1924 Mongolia diproklamasikan sebagai Republik Rakyat Mongolia. Partai revolusioner rakyat Mongolia yang berhaluan komunis menjadi partai yang berkuasa di republik tersebut. Mongolia berpenduduk 2,67 juta jiwa (data tahun 2002) yang mayoritas beretnis Mongol (90 persen), kemudianTurki (5 persen) dan 20 etnis minoritas. Mayoritas penduduknya yang masih menerapkan pola hidup nomaden, atau berpindah-pindah, umumnya beragama Budha, sedangkan bahasa nasional adalah Khalka Mongol. Mata uang Mongolia adalah Tugrug (MMT). (*)

Oleh Oleh Ahmad Wijaya
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008