Manila,  (ANTARA News) - Banyak pria Asia yang mencari pekerja seks komersial telah menjadi perantara penting dalam penyebaran HIV/AIDS di wilayah Asia Pasifik, demikian peringatan beberapa pejabat kesehatan PBB di Manila, Jumat, sebagaimana dilaporkan Xinhua.

Pada acara peluncuran bank data on-line mengenai HIV/AIDS, Jumat, Anupama Rao Singh, pemimpin kantor Regional Asia Timur-Pasifik UNICEF, mengatakan ada sebanyak 75 juta pria Asia "yang biasa" membeli seks dari sebanyak 10 juta perempuan Asia yang menjualnya.

"Kami tak dapat mengabaikan ancaman penyebaran HIV yang berlangsung terus melalui perdagangan seks," kata Singh. "Karena dampak kecenderungan HIV di kalangan perempuan dan anak-anak sangat besar."

Ia mengatakan, di seluruh Asia sangat banyak banyak istri didapati terinfeksi oleh suami mereka atau pasangan seks mereka yang terlibat dalam perdagangan seks tidak terlindung. Virus itu masih dapat ditularkan ke generasi berikutnya ketika para istri tersebut hamil.

Para ahli dari Dana Anak PBB (UNICEF), Program Gabungan PBB mengenai HIV/AIDS (UNAIDS), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan Bank Pembangunan Asia (ADB) berkumpul Jumat di ibukota Filipina, Manila, guna mengungkapkan bank data "on-line" yang akan memudahkan peneliti, pembuat kebijakan dan organisasi sipil yang ingin melakukan penelitian HIV/AIDS di wilayah itu.

Laman web itu (www.aidsdatahub.org) berisi keterangan yang terus diperbarui mengenai petunjuk inti HIV/AIDS dan reaksi nasional di 24 negara di berbagai wilayah di Asia timur, tenggara dan selatan.

Pada acara tersebut, Amala Reddy, penasehat program regional UNAIDS Asia dan Pasifik, memperingatkan bahwa karena "relatif banyaknya jumlah" pria yang membeli seks, membuat mereka menjadi "faktor kuat" dalam penyebaran HIV/AIDS di wilayah itu.

Ia mengatakan, di Asia sebanyak 50 juta perempuan yang tak memiliki kegiatan selain menjadi istri dari pria yang berada dalam kecenderungan itu --membeli seks-- patut disayangkan menghadapi risiko terserang HIV/AIDS.

Menurut data yang diungkapkan oleh UNICEF, perempuan Asia, yang dikategorikan sebagai kelompok beresiko rendah, kini merupakan kurang dari 25 persen dari seluruh penularan HIV tapi jumlah tersebut dapat melesat jadi 30 persen pada 2015, kebanyakan dari mereka terinfeksi melalui suami atau pasangan seks mereka.

Reddy, yang mengutip laporan UNAIDS, menyatakan saat ini terdapat lima juta orang di Asia yang hidup dengan HIV/AIDS dan sebanyak 400.000 orang baru terinfeksi setiap tahun.

Ia mengatakan jumlah tersebut tampaknya akan jauh membengkak jadi 500.000 hingga 2010, ketika jumlah gabungan kasus HIV penularan di Asia naik jadi 10 juta.

Namun Reddy mengatakan para  ahli UNAIDS menduga persentasi infeksi di kalangan penduduk Asia takkan sampai sebanyak kasus di Afrika, karena kebanyakan penularan di Asia terpusat pada kelompok beresiko tinggi seperti pekerja seks, pengguna obat bius dengan menggunakan jarum suntik, pria yang berhubungan seks dengan pria.

Di Asia, terdapat sebanyak 20 juta pemakai obat bius dengan menggunakan jarum suntik dan pria yang melakukan hubungan seks dengan pria, demikian laporan Komisi AIDS di Asia, yang disiarkan awal tahun ini.

Massimo Ghidinelli, penasehat regional WHO mengenai HIV/AIDS. mengatakan selain pria yang membeli seks, pria yang melakukan hubungan seks dengan pria (MSM) tanpa menggunakan kondom adalah kelompok lain beresiko tinggi yang memerlukan perhatian khusus di wilayah tersebut.

Ia mengatakan WHO bahkan tak dapat memperoleh "gambaran yang sepenuhnya tepat" mengenai seberapa besar sesungguhnya sumbangan MSM pada penyebaran AIDS karena sensitifnya masalah itu dan pengabaian oleh pemerintah.

"Itu adalah fenomena baru dan kami menghadapi studi serta pemahaman yang tak memadai," kata Ghidinelli. "Masalahnya mungkin jauh lebih besar dibandingkan dengan apa yang telah kita percaya."

Namun para pejabat kesehatan PBB mengatakan penggunaan kondom telah terbukt menjadi cara yang efektif guna menghambar penyebaran virus tersebut.

"Mesti ada upaya kesadaran massal, dorongan agresif mengenai penggunaan kondom. Pengalaman di Thailand dan Kamboja membuktikan itu berhasil," kata Reddy.

"Kami mengetahui banyak cara. Hanya pemimpin politik lah yang harus memiliki itikad politik untuk melakukan tindakan yang benar," katanya.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008