Ambon (ANTARA News) - Warga Desa Poka dan Rumah Tiga, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon, masih enggan membebaskan tanahnya untuk pembangunan mega proyek jembatan Merah-Putih yang membentang di atas Teluk Ambon, senilai Rp453 milyar yang akan mulai dikerjakan awal 2009 mendatang.

Ketua Tim Pembebasan Tanah Pemkot Ambon, J. Lopulalan, saat dikonfirmasi di Ambon, Senin, mengaku belum bisa memastikan proses pembebasan tanah itu bisa terlaksana dalam waktu dekat, dikarenakan warga di dua Desa itu, masih enggan melepaskan hak tanahnya untuk digunakan membangun proyek itu.

Areal yang dibutuhkan untuk membangun proyek itu dan akan dibebaskan yakni seluas luas empat hektar diantaranya, 0,728 hektar di Desa Hative Kecil, 2,74 hektar di Desa Rumah Tiga dan Desa Poka serta sebagian lainnya seluas 1,70 hektare di areal kampus Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon.

Dari tiga Desa di atas, baru tanah di Desa Hatiwe Kecil yang sudah bisa dilakukan pembebasan karena merupakan tanah Eigendom milik Keluarga Gaspersz yang sudah diambil alih oleh Pemkot Ambon, dan tujuh kepala keluarga (KK) yang mendirikan rumah di atas tanah tersebut juga telah bersedia pindah dan menerima ganti rugi dari pemerintah.

"Pemkot Ambon akan membayar ganti rugi terhadap rumah tujuh KK itu saja, sedangkan tanahnya tidak, di samping ganti rugi terhadap areal pengeringan di sekitar pantai yang telah dilakukan tujuh KK tersebut," ujar Lopulalan.

Sedangkan tanah di Desa Rumah Tiga masih berpolemik. Pemerintah daerah menawarkan ganti rugi tanah sesuai besaran Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yakni Rp300 ribu/m2, sedangkan para pemilik tanah bersikeras menuntut ganti rugi dua kali lipat dari NJOP yakni Rp700 ribu/m2.

"Itu sudah turun, awalnya mereka minta Rp1 juta/meter. Kalau jauh di atas NJOP tidak mungkin," kata Lopulalan.

Selain itu, tanah di Desa Poka yang termasuk sebagian lokasi kampus tepatnya di depan Gedung Registrasi Unpatti, juga belum ada kejelasannya. Pihak Dinas PU Maluku, masih melakukan koordinasi dengan Rektor Unpatti, Prof.Dr. H. B. Tetelepta untuk pembebasan tanah milik perguruan tinggi negeri itu.

Rumitnya, jika pihak Unpatti tidak merelakan tanah mereka untuk pembangunan jembatan Merah Putih, maka pembangunan akan dialihkan ke arah pantai, sehingga akan ada tanah-tanah milik warga yang harus dibebaskan juga, namun jauh hari sebelumnya, para pemilik tanah di bagian pantai telah menyatakan penolakan untuk membebaskan tanahnya.

"Mereka tidak mau alasannya, kalau pihak Unpatti yang notabene bagian dari pemerintah saja tidak merelakan tanahnya digunakan untuk pembangunan jembatan, apalagi mereka yang cuma rakyat biasa. Memang sejak sosialisasi dulu 100 persen warga di Desa itu menolak membebaskan tanahnya, dengan alasan yang sama," ungkapnya.

Pelelangan tender proyek jembatan ini rencananya akan dilangsungkan Desember mendatang.

Dalam master plannya, Jembatan Merah Putih akan dibangun dengan mengunakan teknologi "Cable Stayed Doble Pilon". Total bentangan jembatan sepanjang 1.020 meter dengan bentang cable stayed 300 meter.

Panjang jembatan pendekatan sisi selatan 360 meter, sisi utara 360 meter dengan lebar total 22,70 meter, akan dibuat untuk empat jalur kendaraan, di samping itu, jalur untuk penjalan kaki berukuran 0,80 meter, ruang bebas (clearance) 35 meter dam maksimum gradiant jembatan enam persen. Jembatan ini juga akan dibuat dengan konstruksi tahan gempa.

Jembatan dengan konstruksi megah ini, akan dibangun dalam beberapa tahun dengan menghabiskan biaya sebesar Rp301,296 milyar yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) dengan perincian untuk Southbound Approach Bridge total span 360 meter menghabiskan biaya Rp48,93 milyar, Galala-Poka cable stayed bridge total span 300 meter Rp209,3 milyar dan Northbound Approach Bridge sebesar Rp43 milyar.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008