Medan (ANTARA News)- Indonesia kebagian jatah mengurangi ekspor karet sebesar 116 ribu ton dari 270 ribu ton total volume ekspor komodiiti itu yang harus dikurangi tiga negara penghasil utama yakni Thailand, Indonesia, Malaysia pada triwulan pertama 2009.

"Berapa besaran kuota pemangkasan per masing-masing daerah penghasil di Indonesia masih akan dibahas. Yang pasti pengurangan ekspor dari tiga negara sesuai kesepakatan yang diambil International Tripartite Rubber Council (ITRC) belum lama ini harus dijalankan," kata Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo), Suharto Honggokusomo, yang dihubungi melalaui telepon selularnya dari Medan, Rabu.

Secara total, ITRC menyepakati pengurangan ekspor karet alam dari tiga negara itu pada 2009 sebesar 915 ribu ton atau sekitar 16 persen dari volume ekspor tahun ini yang diperkirakan tidak jauh berbeda dari ekspor karet alam tahun 2007 yang sebanyak 5, 5 juta ton.

Kalau Indonesia sebanyak 116 ribu ton, maka Malaysia sejumlah 22 ribu ton dan terbesar dari Thailand yakni 132 ribu ton.

Pengurangan ekspor 915 ribu ton itu sendiri ditetapkan masing-masing sebanyak 700 ribu ton melalu skema kesepakatan ketiga negara (Agree Export Tonnage Scheme=AETS) dan 215 ribu ton dari peremajaan pohon karet ditiga negara itu.

"Diharapkan dengan kebijakan pengurangan ekspor itu, harga karet di pasar internasional akan menguat kembali setelah anjlok akibat menurunnya permintaan menyusul terjadinya krisis global," katanya.

Meski-pun, kata dia, harga karet di pasar internasional bukan hanya ditentukan faktor persedian dan permintaan, tapi juga banyak faktor lain seperti harga minyak bumi.

Akibat krisis global, kata Suharto, tahun 2009, konsumsi karet alam dunia diperkirakan turun sekitar 10 persen atau sebanyak satu juta ton.

"Asumsi berhasilnya penurunan ekspor menaikkan harga jual, terbukti terus bergerak naiknya harga di pasar internasional setelah dikeluarkannya kesepakatan itu," katanya.

Harga ekspor karet di pasar bursa pekan ini sudah pada posisi 1, 12 dolar AS per kg setelah sebelumnya sempat menyentuh 1, 02 dolar AS per kg..

Selain mengurangi volume ekspor, kata dia, ketiga negara itu juga sudah menyepakati batas harga jual/ekspor.

Gapkindo sendiri sudah meminta perusahaan anggotanya untuk tidak menjual karet di bawah 1, 35 dolar AS per kg.

Menjawab pertanyaan, apakah masing-masing negara bisa dijamin menjalankan kesepakatan, menurut dia, masing-masing negara akan diawasi atau dikontrol oleh tim monitoring yang terdiri dari pihak pemerintah dan swasta.

Indonesia misalnya, akan dikontrol oleh tim dari Malaysia dan Thailand. "Pengawasan dilakukan karena tujuan penurunan ekspor itu untuk kepentingan bersama petani, pengusaha dan pemerintah ketiga negara tersebut," katanya.

Di Indonesia, pemerintah sendiri melalui Departemen Perdagangan, akan mengawasi ekspor per perusahaan melalui keharusan terdaftarnya perusahaan eksportir itu.

"Dengan terdaftarnya perusahaan itu, maka volume ekspor per perusahaan bisa terdeteksi," katanya.

Tentang bagaimana nasib eksportir yang tidak bisa melakukan penahanan barang ekspornya dengan dalih tidak memiliki dana ditengah terjadi krisis global, menurut dia, sudah ada solusinya, menyusul sudah disahkannya pendirian Lembaga Penjaminan Ekspor Indonesia.

"Bagi eksportir yang kesulitan dana untuk menahan barangnya, mungkin bisa memanfaatkan jasa lembaga Penjamin Ekspor Indonesia itu," katanya.

Dia menegaskan, kebijakan pengurangan ekspor itu akan dilakukan evaluasi setiap triwulan. "Kalau setelah triwulan pertama kebijakan pemangkasan sudah memulihkan harga jual, maka bisa jadi langkah itu tidak dilanjutkan lagi pada triwulan II," ujar Suharto.

Pedagang karet di Sumut, M Harahap, menyebutkan, rencana pengurangan ekspor di satu sisi mengkhawatirkan pedagang dan petani karena pembelian eksportir ke pedagang dan petani berkurang.

"Tapi bisa jadi menguntungkan karena harga beli bisa akan naik mengikuti harga ekspor yang diperhitungkan naik kalau pasokan mengecil," katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008