Paris (ANTARA News) - Para ilmuwan telah menemukan lubang besar yang menghisap gravitasi pada jantung galaksi kita. Berbagai pengamatan yang mempesonakan, yang akan disiarkan pada akhir bulan ini, menawarkan bukti terbaik hingga sejauh ini bahwa sejumlah lubang hitam berukuran raksasa -- kekuatan paling berpengaruh dan membingungkan di jagad raya, betul-betul ada. Dengan melacak orbit 28 bintang di dalam Bima Sakti kita selama lebih dari 16 tahun, para ilmuwan di Jerman dapat mengikuti potret paling terinci yang pernah diperoleh atas berbagai monster tak terlihat ini. Lubang hitam diyakini para ilmuwan merupakan medan gravitasi terkonsentrasi yang begitu kuat, sehingga benda apapun, termasuk cahaya tak dapat lolos dari hisapannya. Satu-satunya cara untuk merasakan kehadiran mereka adalah dengan mengamati dampak lubang hitam atas benda-benda langit yang berada di dekatnya. Lubang hitam ini dikenal sebagai bintang Sagitarius A. "Orbit bintang-bintang di Pusat Galaksi memperlihatkan bahwa konsentrasi massa pusat tersebut besarnya emat juta massa matahari dan itu pastilah lubang hitam, tak pelak lagi," kata Reinhard Genzel dari Institut Fisika Luar Bumi Max Planck dekat Muenchen, Jerman, dalam sebuah pernyataannya. Satu "massa matahari" setara dengan massa Matahari kita. Para peneliti juga dapat menghitung dengan ketepatan yang lebih besar jarak antara Bumi dan pusat Galaksi, yakni 27.000 tahun cahaya. Satu tahun cahaya adalah jarak yang ditempuh cahaya dalam setahun, atau sekitar 10 triliun kilometer.      Laboratorium unik "Pusat Galaksi adalah laboratorium yang unik, temnpat kita dapat mengkaji berbagai proses dasar gravitasi yang kuat, dinamika bintang dan pembentukan bintang," ujar Genzel kepada DPA. Sagitarius A memberikan kita pandangan yang paling terinci yang pernah kita dapatkan mengenai lubang hitam yang sangat besar karena kedekatannya dengan Bumi, katanya. Debu antar-bintang yang mengisi blok-blok Galaksi menghalangi pandangan langsung kita atas kawasan pusat Bima Sakti dalam cahaya yang nampak. Jadi para astronom harus menggunakan panjang gelombang infra merah untuk menembus debu tersebut. Posisi bintang-bintang itu diukur dengan ketepatan enam kali lebih besar ketimbang pengkajian sebelumnya, setara dengan melihat koin dari jarak sekitar 10.000 kilometer. Berbagai pengamatan dibuat dengan menggunakan kamera SHARP di Teleskop Teknologi Baru milik Observatorium Selatan Eropa (ESO) di Chile dan peralatan pada Teleskop Amat Besar ESO. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008