Jakarta (ANTARA) - DPR RI menyetujui sikap pemerintah yang menghentikan sementara seluruh proses pemekaran wilayah menyusul unjukrasa anarkis menuntut pembentukan Propinsi Tapanuli, demikian Ketua Panja Pemekaran Komisi II DPR dari Fraksi PPP Chozin Chumaidy di Gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat.

Namun, penghentian proses pemekaran itu harus dibicarakan melalui mekanisme DPR-Pemerintah sehingga diperoleh sikap sama dan alasan-alasan etil yang menjadi acuan penghentian pemekaran.

Saat ini banyak RUU pemekaran yang sedang dalam proses di DPR, namun daerah-daerah yang sudah dimekarkan akan ditinjau ulang di mana wilayah yang dianggap mampu maju lebih cepat akan diberi kesempatan untuk terus maju.

"Tetapi daerah yang tidak bisa berbuat apa-apa, apalagi membebani masyarakat dan APBN, maka perlu ditarik kembali ke provinsi atau kabupaten induknya," kata Chozin.

Wakil Ketua DPD Irman Gusman merekomendasikan agar pemekaran daerah ditata ulang dengan lebih didasarkan pada "grand design" yang memperhatikan prinsip-prinsip dan nilai perbaikan pelayanan publik.

Pemekaran daerah harus dipersepsikan sebagai instrumen kebijakan pembangunan daerah, khususnya pada tingkat propinsi yang harus dikonsultasikan dengan pemerintah pusat sehingga setiap Pemprov memiliki "master plan" atau garis besar haluan pemekaran daerah.

Pemekaran daerah harus berdasarkan kebutuhan masyarakat daerah, demi kemajuan pembangunan daerah dan didasarkan pada kemampuan sumber-sumber yang dimiliki daerah.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Irman Gusman, mengemukakan, berdasarkan analisis Prof Dr Bambang Brodjonegoro, pada 2025 jumlah provinsi Indonesia akan mencapai 39 provinsi, seiring dengan kemajuan dan pertambahan penduduk.

Sedangkan Prof Mukhlis Hamdi jumlah provinsi akan berkisar 45 hingga 47.

Iman menawarkan dua alternatif, yaitu pertama, jumlah provinsi menjadi 40 atau alternatif kedua, menjadi 49 provinsi dengan pertambahan 16 provinsi. (*)




Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009