petugas kesehatan adalah prioritas utama yang harus dilindungi oleh semua negara dalam menghadapi virus ini.
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus menyinggung kelangkaan masker dan peningkatan harga pada sejumlah alat pelindung diri tenaga medis yang bisa berdampak pada penanganan virus corona COVID-19.

Tedros dalam keterangan resminya yang dikutip dari laman WHO di Jakarta, Rabu, menyatakan bahwa masker dan berbagai alat pelindung diri yang saat ini menjadi langka dan harganya melonjak sangat penting bagi petugas kesehatan.

"Kami tidak dapat menghentikan COVID-19 tanpa melindungi petugas kesehatan kami," tegas Tedros dan menekankan bahwa petugas kesehatan adalah prioritas utama yang harus dilindungi oleh semua negara dalam menghadapi virus ini.

Namun Tedros menjelaskan saat ini terjadi peningkatan pasokan terhadap alat pelindung diri (APD) secara global yang disebabkan oleh meningkatnya permintaan, penimbunan, dan penyalahgunaan APD tersebut.

Baca juga: Presiden pastikan stok masker dalam negeri capai 50 juta

"Kekurangan ini membuat dokter, perawat dan petugas kesehatan garis depan lainnya tidak siap untuk merawat pasien COVID-19, karena terbatasnya akses ke persediaan seperti sarung tangan, masker medis, respirator, kacamata, pelindung wajah, baju isolasi, dan celemek," kata dia.

Dia menyebut bahwa harga masker bedah meningkat enam kali lipat, respirator N95 meningkat tiga kali lipat, dan baju isolasi atau operasi meningkat dua kali lipat. Namun sekarang ini sedang terjadi manipulasi harga di pasaran secara luas, dan tidak jarang stok tersebut dijual pada penawar tertinggi.

WHO saat ini telah mengirim hampir setengah juta perlengkapan APD ke 27 negara, namun persediaannya semakin menipis. WHO memperkirakan bahwa setiap bulan sebanyak 89 juta masker medis yang diperlukan untuk penanganan COVID-19, 76 juta sarung tangan pemeriksaan, dan 1,6 juta kacamata pelingdung diri.

Baca juga: Dampak corona, pemerintah sanksi pedagang yang permainkan harga

Secara global, WHO memperkirakan butuh peningkatan pasokan alat pelindung diri sebesar 40 persen.

Tedros mengatakan bahwa WHO memiliki pedoman untuk merasionalkan penggunaan APD di fasilitas kesehatan dan mengelola rantai pasokan secara efektif. Yaitu bekerja sama dengan pemerintah, produsen, dan Jaringan Rantai Pasokan Pandemi untuk meningkatkan produksi dan mengamankan pasokan untuk negara-negara yang terkena dampak kritis dan berisiko.

WHO meminta kepada para produsen untuk meningkatkan produksi guna menjamin pasokan. Selain itu pemerintah tiap negara juga diminta untuk mengembangkan insentif bagi produsen untuk meningkatkan produksi. "Ini termasuk pelonggaran pembatasan ekspor dan distribusi peralatan pelindung pribadi dan persediaan medis lainnya," kata Tedros.

Baca juga: Kemenkes: Tegur bila orang yang batuk pilek tak pakai masker

Di Indonesia, kelangkaan masker dan cairan pencuci tangan juga terjadi disertai dengan kenaikan harga-harga yang menjadi tidak rasional. Kenaikan harga yang berkali-kali lipat dikarenakan permintaan yang meningkat dari masyarakat yang berbondong-bondong memborong masker.

Namun Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto berkali-kali menyampaikan bahwa penggunaan masker lebih ditujukan bagi orang yang sakit untuk mencegah terjadinya penularan dari batuk dan bersin. Sementara perilaku hidup bersih dan sehat seperti mencuci tangan pakai sabun lebih efektif mencegah penyakit ketimbang menggunakan masker.

Baca juga: Presiden perintahkan Polri tindak tegas penimbun masker
 
Ketua DPRK Banda Aceh Farid Nyak Umar saat simulasi penggunaan masker yang benar di Banda Aceh, Selasa (3/3/2020). (ANTARA/Khalis)

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2020