Medan (ANTARA News) - Sejumlah tersangka pelaku aksi unjuk rasa pendukung pembentukan Provinsi Tapanuli (Protap) menjalani rekonstruksi di tempat kejadian perkara (TKP) di gedung DPRD Sumatera Utara di Medan, Senin.

Mereka diantaranya GM Chandra Panggabean yang juga Ketua Panitia Pembentukan Protap, kemudian Burhanuddin Rajagukguk, FM Datumira Simanjuntak, Juhaidel Samosir, Gelmok Samosir, Parles Sianturi, Victor Siahaan dan Juhal Siahaan.

Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Baharudin Jafar mengatakan, proses rekonstruksi yang dipimpin langsung oleh Direskrim Polda Sumut Kombes Pol Wawan Irawan itu untuk mencocokkan keterangan para tersangka dengan kejadian sesungguhnya di TKP pada saat unjuk rasa berlangsung 3 Februari lalu.

"Dengan rekonstruksi ini kita akan melengkapi BAP (berita acara pemeriksaan) sebelum kasus dilimpahkan ke pihak kejaksaan," katanya.

Proses rekonstruksi yang berlangsung sejak pukul 14.50 WIB itu sendiri berlangsung aman, sementara para wartawan hanya dibolehkan melihat dari balik pagar gedung dewan. "Ini demi kelancaran proses rekonstruksi. Gerak wartawan kami batasi agar tidak mengganggu proses rekonstruksi," ujar Baharudin Jafar.

Pada kesempatan itu ia juga menyebutkan hingga saat ini pihak kepolisian telah menahan sebanyak 67 tersangka dalam kasus unjuk rasa anarkis yang menewaskan Ketua DPRD Sumut, Abdul Aziz Angkat itu.

Proses rekonstruksi itu sendiri juga diwarnai yel-yel dari para tersangka. Gelmok Samosir, misalnya, meneriakkan bantahannya kalau aksi unjuk rasa yang berujung tewasnya Ketua DPRD Sumut, Abdul Aziz Angkat tersebut digolongkan kepada pembunuhan berencana.

"Itu bohong. Jangankan membunuh saudara sebangsa, membunuh semut pun kami tak akan mampu. Protap harus lanjut," teriaknya.

Sementara Datumira Simanjuntak meneriakkan harapannya agar pembentukan Protap harus tetap terlaksana. "Dulu kawasan Protap itu maju dan sekarang sudah jauh tertinggal. Untuk kembali maju, solusinya hanya satu yakni Protap, harus menjadi provinsi sendiri," katanya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009